Ketegangan antara China dan AS di ranah AI ini mencerminkan konflik geopolitik yang lebih luas. Keduanya sudah lama terlibat dalam perang dagang dan kebijakan saling blokir yang memengaruhi berbagai sektor, mulai dari semikonduktor hingga komoditas penting lainnya. AI kini menjadi babak baru dalam rivalitas strategis dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut.
Persaingan ini bukan sekadar soal bisnis atau teknologi. Di baliknya terdapat pertarungan nilai dan sistem pemerintahan. AI bukan hanya alat, tetapi juga bisa menjadi kendaraan untuk menyebarkan nilai-nilai sosial, politik, dan ekonomi. Dengan dominasi AI, sebuah negara bisa menentukan bagaimana data dikumpulkan, diproses, dan digunakan—baik untuk inovasi, pengawasan, maupun pengaruh politik.
Jika China berhasil memosisikan sistem AI-nya sebagai standar di banyak negara, maka dominasi teknologi bukan lagi milik Barat. Inilah yang membuat kekhawatiran OpenAI bukan sekadar alarm teknologi, tapi juga panggilan waspada geopolitik.
Zhipu AI mungkin baru satu nama dari sekian banyak, tetapi kehadirannya saat ini menjadi simbol bahwa dominasi teknologi tak lagi mutlak berada di tangan Barat. Dunia tengah menyaksikan bagaimana AI menjadi senjata baru dalam pertarungan kekuatan global.