Pada Rabu (4/12) lalu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, terendam banjir dan longsor. Fenomena ini menjadi cerminan dari dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan merugikan.
Hal ini sejalan dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar ke-5 di dunia, setelah China, Amerika Serikat, India, dan Rusia pada tahun 2022. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan investasi sebesar US$2,4 triliun untuk mencapai target net zero pada tahun 2060.
Gas rumah kaca menjadi penyebab utama pemanasan global yang membawa dampak perubahan iklim, yang jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan bencana yang lebih parah di masa depan.
Kearney, sebuah firma konsultan manajemen global, mengidentifikasi lima sektor utama yang berkontribusi pada emisi GRK di Indonesia. Sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan (AFOLU) memiliki kontribusi tertinggi mencapai 55%, sementara sektor energi mencapai 26%, transportasi 8%, sampah 8%, dan proses industri dan produksi (IPPU) sebesar 3%.
Direktur Utama Kearney Indonesia, Shirley Santoso, menilai bahwa Indonesia memiliki momen penting dalam menentukan komitmennya terkait pengurangan emisi GRK. Oleh karena itu, perlunya intervensi dari berbagai pihak pemangku kepentingan untuk menanggulangi masalah emisi GRK di tanah air.