Tampang.com | Perang teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China terus berlangsung sengit. AS melancarkan aksi pembatasan ekspor chip dan alat pembuat chip canggih, serta menaikkan tarif barang impor dari China. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi AS untuk menekan dominasi teknologi China, terutama dalam industri semikonduktor yang menjadi komponen kunci dalam berbagai perangkat elektronik modern.
Presiden China, Xi Jinping, merespons situasi ini dengan menggelar pertemuan dengan para bos industri teknologi terbesar di negaranya. Dalam pertemuan tersebut, kekhawatiran utama yang disorot adalah potensi kekurangan chip buatan dalam negeri akibat kebijakan ketat dari AS.
Namun, kepanikan ini segera diredam oleh pendiri Huawei, Ren Zhengfei. Ia menegaskan bahwa kecemasan terkait kurangnya teknologi inti seperti chip di China sudah bisa diatasi dengan inovasi dan strategi jangka panjang.
Huawei sebagai Andalan China dalam Teknologi Chip
"Saya yakin China yang lebih baik akan tiba," ujar Ren Zhengfei, seperti dilaporkan oleh People's Daily dan dikutip oleh Reuters pada Jumat (21/2/2025). Huawei menjadi salah satu perusahaan yang berada di garis depan dalam upaya China mengembangkan teknologi chip dalam negeri. Setelah mengalami tekanan berat akibat sanksi AS, Huawei berupaya memperkuat rantai pasokannya sendiri agar tidak bergantung pada teknologi asing.
Sejak AS menerapkan larangan ekspor chip canggih dan perangkat pendukungnya ke China, Huawei mulai berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Perusahaan ini juga telah menggandeng berbagai institusi akademik serta perusahaan lokal untuk menciptakan teknologi chip yang lebih mandiri. Huawei bahkan dikabarkan telah berhasil merancang chip canggih yang mampu bersaing dengan produk dari perusahaan semikonduktor besar seperti Qualcomm dan Intel.