Bukan Sekadar Satelit: NISAR, Alat Strategis untuk Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim
Sang-Ho Yun, Direktur Remote Sensing Lab di Earth Observatory of Singapore, menyebut NISAR sebagai "lompatan besar dalam pemantauan Bumi". Ia mengaku telah mengandalkan data SAR dalam lebih dari 15 tahun kerja lapangannya untuk merespons bencana seperti gempa bumi, badai tropis, dan banjir besar.
NISAR memungkinkan ahli untuk mendeteksi pergerakan tanah mikro, seperti pergeseran lempeng sebelum gempa, atau retakan yang mengindikasikan tanah longsor. Hal ini tentu sangat vital bagi negara-negara yang rentan bencana alam. Bahkan, perkiraan waktu terjadinya bencana bisa semakin akurat karena pemantauan dilakukan nyaris tanpa jeda.
Tak hanya untuk mitigasi bencana, perubahan iklim global pun bisa dipantau lebih tajam. Dari pergeseran garis pantai, penyusutan gletser, hingga naiknya permukaan air laut—semua bisa dideteksi dengan presisi. Ini akan memperkaya data ilmiah dan membantu pembuat kebijakan merespons perubahan lingkungan dengan langkah yang berbasis bukti.
Mengisi Kelemahan Satelit Lama: Malam dan Cuaca Buruk Tak Lagi Masalah
Sebelum hadirnya NISAR, pengamatan Bumi melalui satelit hanya efektif dilakukan di siang hari dan saat cuaca cerah. Awan, kabut, atau hujan menjadi kendala besar yang menyebabkan data tidak konsisten, terutama di wilayah-wilayah tropis.
Dengan hadirnya NISAR, keterbatasan ini dihapus total. Satelit ini menjadi seperti “mata langit” yang tak pernah tidur—mampu merekam, memantau, dan mengawasi perubahan alam secara 24 jam nonstop, apa pun kondisi lingkungannya.
Sebagai perbandingan, satelit observasi konvensional tidak bisa menembus tutupan awan dan membutuhkan pencahayaan alami untuk menghasilkan gambar yang berguna. Hal ini menyebabkan “blind spot” dalam pemantauan. Sementara dengan SAR, pantauan dapat dilakukan terus-menerus tanpa celah.