Tampang.com | Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari chatbot layanan pelanggan hingga sistem rekomendasi e-commerce, AI kini bukan hanya milik laboratorium riset, tapi juga telah masuk ke dompet digital, ruang kelas, bahkan industri hiburan di Indonesia. Tapi pertanyaannya: apakah masyarakat kita sudah siap, terutama secara etika dan literasi digital?
AI Tumbuh Pesat, Regulasi dan Pemahaman Publik Tertinggal
Menurut laporan McKinsey Global Institute, penerapan AI berpotensi menambah nilai ekonomi sebesar USD 13 triliun secara global pada 2030. Di Indonesia, pemanfaatan AI mulai terlihat dalam sektor keuangan (fraud detection), e-commerce (sistem rekomendasi), dan bahkan pemerintahan (pendeteksi hoaks). Namun di balik pesatnya inovasi, terdapat jurang pemahaman dan kesadaran etis yang lebar di masyarakat.
“AI bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal tanggung jawab moral. Banyak yang pakai teknologi tanpa paham dampaknya,” kata R. Hadinoto, peneliti etika digital dari sebuah universitas swasta di Jakarta.
Risiko di Balik Algoritma: Bias, Privasi, dan Pengawasan
AI bekerja berdasarkan data, dan jika data tersebut bias atau tidak representatif, maka hasilnya bisa diskriminatif. Hal ini telah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, di mana algoritma tertentu menunjukkan konten yang memperkuat stereotip atau mengesampingkan kelompok tertentu.