Febri juga menekankan bahwa tidak ada alasan bagi Apple untuk tidak membangun fasilitas produksi perangkat telekomunikasi (HKT) di Indonesia. Dengan kemampuan finansial Apple dan dukungan iklim bisnis serta sumber daya manusia di Indonesia, seharusnya investasi ini dapat terealisasi. Febri menambahkan, sejak Apple mulai berinvestasi di Indonesia pada 2017 melalui aturan Permenperin No. 29 Tahun 2017, mereka tidak pernah menghadapi keluhan birokrasi.
Proposal Investasi yang Dipertanyakan
Dalam proposal terakhir yang diajukan ke Kemenperin, Apple menyatakan rencana pembangunan pabrik AirTag di Batam dengan nilai investasi sebesar US$1 miliar atau sekitar Rp16 triliun. Namun, menurut penilaian teknis Kemenperin, nilai riil investasi tersebut hanya sekitar US$200 juta atau Rp3,2 triliun.
Pabrik ini diharapkan mulai beroperasi pada 2026 dan mampu memasok 60% kebutuhan AirTag global serta menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja. Namun, Febri menjelaskan bahwa Apple memasukkan proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku ke dalam perhitungan capex (capital expenditure), yang seharusnya hanya mencakup pembelian lahan, bangunan, serta mesin atau teknologi.