"Pemenang jaringan 1,4 Ghz harus mampu menjaga kecepatan 100 Mbps agar tidak mengganggu pasar seluler," ungkap Sigit pada kesempatan yang sama. Ia juga menegaskan pentingnya untuk tidak mengizinkan pemenang lelang untuk hanya menyajikan layanan 4G yang kecepatan internetnya tidak mencapai target yang diharapkan. Sigit menekankan bahwa jika hal ini tidak diatur dengan baik, potensi kegagalan pasar dapat terjadi, yang tidak menguntungkan bagi masyarakat.
Sigit berharap penetapan frekuensi dapat dilakukan melalui seleksi secara hybrid, yang menggabungkan mekanisme lelang dengan beauty contest. Dalam hal ini, penyelenggara yang berminat harus memberikan penawaran harga tertinggi, namun juga menyertakan proposal komitmen pembangunan jaringan.
Selain itu, Sigit juga menunjukkan pentingnya mempertimbangkan aspek berbasis komunitas dalam distribusi akses internet ini, yang bisa menghindarkan terjadinya market failure atau kegagalan pasar.
Pengalaman negara-negara lain mengindikasikan bahwa pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi solusi efektif untuk permasalahan serupa. Dengan cara ini, diharapkan pemerintah dapat lebih fokus dalam memastikan bahwa kepentingan masyarakat kecil tidak diabaikan dalam pengembangan infrastruktur telekomunikasi yang semakin pesat ini.
Pihak penyelenggara diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan komersial, namun juga mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas dari kehadiran layanan internet yang lebih terjangkau dan berkualitas.