Dari sini, terjawab pula pertanyaan mengenai inklusi digital yang selama ini menjadi tantangan di Indonesia. Dengan memberikan solusi jangka panjang terhadap masalah ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mengakses informasi dan layanan digital.
Jaringan 1,4 Ghz ini akan menggunakan teknologi yang sama dengan jaringan seluler, yakni IMT. Namun, fokus dari pengembangan ini adalah untuk layanan Fixed Broadband, berbeda dari penggunaan layanan untuk perangkat seluler seperti smartphone. Benny juga menjelaskan bahwa perangkat yang dimaksud adalah modem atau router yang dikhususkan untuk penggunaan di rumah, bukan perangkat telepon seluler yang biasa digunakan sehari-hari.
Proses untuk mendapatkan izin pemanfaatan frekuensi 1,4 Ghz direncanakan akan dilakukan melalui mekanisme seleksi. Menurut informasi terkini, diketahui bahwa 7 dari 10 penyelenggara jaringan telah menyatakan minat untuk berpartisipasi dalam program ini.
Meskipun Benny tidak merinci nama penyelenggara tersebut, ada yang berasal dari sektor seluler serta penyelenggara layanan fiber optic. Ia menegaskan, hal ini adalah langkah signifikan ke arah tersedianya jaringan yang lebih berkualitas dan terjangkau.
Rencana lelang frekuensi ini dijadwalkan berlangsung pada semester pertama tahun ini. Setelah itu, pemerintah juga merencanakan lelang untuk frekuensi lain, seperti 700 Mhz, 26 Ghz, dan 2,6 Ghz, yang diyakini akan terus mendongkrak konektivitas internet di Indonesia.
Sigit Puspito, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), memberikan pandangannya bahwa jaringan 1,4 Ghz seharusnya menjadi solusi utama untuk kebutuhan broadband di tanah air. Dia menekankan pentingnya agar pemenang lelang dapat mempertahankan kecepatan hingga 100 Mbps. Jika tidak, hal ini dikhawatirkan akan merugikan sektor seluler.