Dulu, Intel merupakan raja chip dunia yang selalu unggul dalam menghadirkan inovasi terbaru. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, perusahaan ini mengalami penurunan drastis dalam bisnisnya. Pada tahun 2024, Intel terus merosot tak terkendali dan berujung pada turunnya Pat Gelsinger dari jabatan CEO.
Seiring dengan kegagalan Intel untuk bersaing di industri chip, persaingan semakin sengit. Perusahaan semakin tertinggal karena terlambat terjun ke pengembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Hal ini membuat pesaingnya, Nvidia, berhasil menguasai sektor ini. Saat ini, Nvidia bahkan menjadi perusahaan paling bernilai ke-3 di dunia dengan nilai lebih dari US$3 triliun, sekitar 32 kali kapitalisasi pasar Intel senilai US$89 miliar.
Menurut Reuters, Intel sebenarnya punya kesempatan untuk membeli saham di OpenAI sekitar tujuh tahun lalu. Saat itu, OpenAI masih merupakan organisasi penelitian nirlaba baru yang kurang dikenal publik. Namun, Intel tidak melanjutkan rencana kerja sama tersebut. Keputusan tersebut diduga kuat dipengaruhi oleh CEO kala itu, Bob Swan, yang tidak cukup visioner dalam menangkap peluang. Cukup disayangkan, ketika sektor AI berkembang dengan pesat, Intel tidak dapat memanfaatkan momentum tersebut.
Tidak hanya itu, unit pusat data milik Intel juga tidak ingin membuat produk dengan biaya mahal. Sayangnya, ketakutan dan keputusan yang diambil oleh Intel kala itu justru membuat perusahaan tertinggal jauh dalam kompetisi AI. Kini, perusahaan ini harus menghadapi realitas pahit, yaitu penurunan nilai hingga separuh dari nilai Intel yang hilang dalam satu tahun ini.