“Penerapan PPN mungkin akan mempengaruhi biaya transaksi, tetapi kami percaya pasar kripto akan terus tumbuh. Minat yang semakin besar dari masyarakat dan optimisme terhadap kenaikan pasar menjadi pendorong utama,” jelas Rieka.
Ia juga menyoroti pentingnya kepastian hukum yang dihasilkan melalui regulasi perpajakan. Kepastian hukum ini, menurut Rieka, tidak hanya meningkatkan kepercayaan para pelaku pasar, tetapi juga menarik lebih banyak investor baru untuk masuk ke dalam industri.
“Regulasi yang jelas menciptakan iklim investasi yang kondusif di pasar kripto. Dengan kepastian hukum yang kuat, para investor merasa lebih percaya diri untuk berpartisipasi di sektor ini,” tambahnya.
Dampak Penerapan PPN di Pasar Kripto Indonesia
Secara keseluruhan, penerapan PPN pada transaksi aset kripto memberikan dampak yang bervariasi. Di satu sisi, biaya transaksi yang meningkat dapat mengurangi margin keuntungan investor, terutama bagi mereka yang sering melakukan trading. Namun, di sisi lain, adanya regulasi yang jelas memberikan kepercayaan lebih bagi para pelaku pasar, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekosistem kripto di Indonesia.
Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN untuk pembelian aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) ditetapkan sebesar 0,12% atau 1% x 12% dari nilai transaksi. Sementara itu, tarif PPN untuk transaksi lain, seperti deposit, penarikan dana dalam bentuk rupiah, dan biaya trading, berada di angka 11%. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai atas berbagai jenis transaksi.
Dalam PMK tersebut, tarif 12% dihitung berdasarkan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain, yang dirinci sebesar 11/12 dari nilai transaksi. Aturan ini memberikan kejelasan tentang cara penghitungan pajak, sekaligus memastikan keseragaman dalam penerapan PPN di sektor kripto.