Hajar Aswad, yang merupakan batu hitam yang menjadi tujuan banyak umat Islam ketika menunaikan ibadah haji, memiliki cerita dan misteri yang menarik perhatian para peneliti Barat. Setiap tahun, para jamaah haji akan mengantre untuk mencium dan mengusap batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka'bah tersebut. Menurut sumber tradisional Islam, awalnya batu tersebut berwarna putih dan bisa memancarkan sinar. Namun, terjadi perubahan warna pada batu menjadi hitam karena dianggap menyerap dosa-dosa umat manusia di bumi.
Kisah Hajar Aswad mendorong minat para ilmuwan Barat untuk mencari tahu jawaban sains terhadap misteri batu tersebut. Para ilmuwan telah lama membuat berbagai teori tentang jenis batuan Hajar Aswad. Ada yang menyebut batu tersebut sekelas dengan batu akik, ada juga teori yang menyebut Hajar Aswad dikategorikan sebagai batu meteor.
Para ahli berpendapat bahwa pengkategorian Hajar Aswad sebagai batu meteor atau meteorit menjadi teori yang paling dekat jika mengacu pada kisah Hajar Aswad itu sendiri yang berasal dari surga. Fakta sejarah mengungkap bahwa terdapat jejak-jejak meteorit di dekat Ka'bah, tempat Hajar Aswad berada.
E. Thomsen dalam studinya "New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba" (1980) menceritakan bahwa pada tahun 1932 seorang peneliti bernama Philby di Al-Hadidah menemukan kawah tumbukan meteor yang kemudian diberi nama Wabar. Setelah diukur, kawah tersebut berukuran lebih dari 100 meter. Ditemukan pula beberapa pecahan meteor di sekitar kawah dan gurun. Secara garis besar, pecahan meteor tersebut terbentuk dari peleburan pasir dan silika yang bercampur dengan nikel. Seiring waktu, kata Thompson, campuran tersebut memunculkan lapisan warna putih dari dalam, tapi di bagian luar terbungkus cangkang hitam. Warna hitam ini dihasilkan dari nikel yang diperoleh dari ledakan Nikel dan Ferum (besir) di luar angkasa.