Majed Abu Zahra menekankan bahwa karena tahun Hijriah lebih pendek dari tahun Masehi, maka bulan-bulan Hijriah mengalami pergeseran mundur dalam kalender Masehi. Dalam jangka waktu sekitar 33 tahun, semua bulan Hijriah akan melalui setiap musim yang ada dalam kalender Masehi.
"Sinkronisasi yang tepat seperti dalam kasus 1 Ramadan 1446 Hijriah yang bertepatan dengan 1 Maret 2025 ini merupakan fenomena langka. Ini hanya terjadi ketika siklus bulan dan matahari selaras, mencerminkan ketepatan matematis dan astronomi dalam pergerakan bulan dan bumi," ujar Abu Zahra.
Fenomena ini menegaskan bagaimana kalender Hijriah tetap fleksibel dan tidak terikat pada satu musim tertentu. Berbeda dengan kalender Masehi yang berbasis matahari dan memiliki tanggal tetap untuk setiap musim, kalender Hijriah bersifat lebih dinamis karena didasarkan pada pergerakan bulan.
Metode Penentuan Awal Ramadan
Dalam Islam, ada dua metode utama yang digunakan untuk menentukan awal Ramadan, yaitu rukyatul hilal dan hisab.
-
Rukyatul Hilal (Pengamatan Bulan Sabit) Metode ini dilakukan dengan melihat langsung kemunculan bulan sabit di ufuk barat setelah matahari terbenam. Jika bulan sabit terlihat, maka keesokan harinya sudah masuk tanggal 1 Ramadan. Metode ini digunakan oleh banyak negara Muslim, termasuk Indonesia, Arab Saudi, dan beberapa negara lain.
-
Hisab (Perhitungan Astronomi) Hisab adalah metode perhitungan ilmiah berdasarkan posisi dan pergerakan bulan. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu astronomi, metode ini semakin akurat dalam menentukan awal bulan Hijriah, termasuk Ramadan. Beberapa negara seperti Turki dan Malaysia lebih mengandalkan metode hisab dalam penentuan awal bulan Ramadan.
Meskipun demikian, ada kemungkinan perbedaan dalam penetapan tanggal awal Ramadan di beberapa negara, tergantung pada metode yang digunakan. Oleh karena itu, umat Muslim di berbagai belahan dunia sering kali menunggu keputusan resmi dari otoritas keagamaan masing-masing negara.