Dalam konteks ini, hadis tersebut memberikan gambaran bahwa gemuk bukan hanya sekadar masalah kesehatan fisik, tetapi juga dapat menjadi pertanda bahwa manusia telah terjebak dalam gaya hidup yang tidak sehat dan tidak seimbang. Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa, pada akhir zaman, orang akan gemuk namun dalam keadaan tidak dapat dipercaya, berkhianat, tidak dapat memegang amanah, dan tidak dapat memenuhi janji-janjinya. Hal ini menunjukkan bahwa kegemukan bukan hanya sekadar masalah fisik, tetapi juga menggambarkan ketidakseimbangan dalam perilaku dan karakter.
Kesehatan adalah aset berharga bagi setiap individu. Namun, tingginya angka kegemukan di masyarakat dapat menjadi indikasi bahwa gaya hidup tidak sehat sedang menjadi pandemi tersendiri. Selain itu, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kegemukan telah menjadi salah satu masalah kesehatan global yang meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga semakin mengkhawatirkan di negara berkembang.
Berdasarkan data WHO, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami overweight, dan dari jumlah tersebut, lebih dari 650 juta di antaranya mengalami obesitas pada tahun 2016. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan jika tidak ada tindakan yang tegas untuk mengatasi masalah ini. Di Indonesia sendiri, menurut Riskesdas 2018, peningkatan angka kegemukan terjadi di semua kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Angka kegemukan yang tinggi tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi masyarakat dan negara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), dampak ekonomi dari kegemukan termasuk biaya pengobatan yang tinggi, penurunan produktivitas kerja, dan peningkatan risiko penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker.