Di sisi lain, soal TAP MPR terkait Soeharto masih tetap berlaku. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Meskipun Soeharto telah meninggal dunia, namun pertanggungjawaban atas tindakannya selama menjabat sebagai Presiden masih menjadi fokus perhatian. Pencabutan TAP MPR terkait Gus Dur memberikan harapan bahwa penegakan hukum terhadap pejabat publik, termasuk Presiden, harus berjalan dengan adil dan transparan.
Surat Fraksi PKB yang diangkat kembali oleh MPR menjadi bukti bahwa mekanisme pengawasan terhadap Presiden tidak boleh diabaikan. Ketetapan yang dihasilkan dari TAP MPR Nomor II/MPR/2001 menjadi titik kritis dalam evaluasi keputusan politik yang diambil di masa lalu. Dengan dicabutnya Ketetapan tersebut, diharapkan akan memberikan pembelajaran yang berharga bagi eksistensi pemerintahan dan asas keadilan di Indonesia.
Pencabutan TAP MPR terkait Gus Dur dan keberlakuan TAP MPR terkait Soeharto memberikan gambaran bahwa penegakan keadilan dan pertanggungjawaban publik adalah hal yang tidak boleh diabaikan. MPR sebagai lembaga yang mewakili kepentingan rakyat, bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam setiap keputusan yang diambil. Adanya Diskusi lebih mendalam terkait TAP MPR ini juga menjadi momentum untuk melihat kembali proses pengambilan keputusan di tingkat legislatif sehingga keputusan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan seluruh rakyat.