Tampang.com- Sejumlah pakar hukum tata negara meyakini bahwa revisi UU Ormas yang merupakan hasil dari disetujuinya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 akan berjalan alot. Khususnya tentang aturan pembubaran parpol lewat pengadilan. Menurut pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, pemerintah dimungkinkan akan tetap bersikukuh bahwa proses pengadilan akan dilakukan di akhir setelah pemberian sanksi, sebagaimana yang tertuang di Perppu.
”Saya melihat hal ini akan alot disoal pembubaran parpol lewat pengadilan. Pemerintah bisa saja merevisi pasal yang lain, tapi tidak untuk pengadilan ini. Artinya sanksi ormas diterapkan terlebih dahulu, dan jika keberatan bisa mengajukan ke pengadilan. Hal itu bisa dilihat dalam kasus HTI (Hizbut Tahrir Indonesia),” kata Margarito
Sedangkan untuk pasal lainnya yang mungkin untuk direvisi, ucap Margarito, adalah hukuman pidana terhadap para anggota ormas dan penjabaran mengenai ormas yang melanggar Pancasila. Sebagaimana juga yang diajukan oleh Fraksi Partai Demokrat dengan tiga poin revisinya yang pada Selasa (31/10) kemarin ke pimpinan DPR RI. ”Mungkin hukuman terhadap anggota ormas dihilangkan. Tapi pimpinannya saja yang dihukum. Dan revisi lainnya yakni memberikan penjabaran perihal definisi pelanggaran terhadap Pancasila. Sehingga ormas nanti tahu batasannya,” ungkapnya.
”Jadi kalau soal pembubaran Ormas tanpa didahului proses pengadilan inilah yang nantinya akan terjadi proses tawar menawar yang alot. Tapi saya tetap optimis revisi UU Ormas yang baru ini akan selesai sebelum 2019,” tandasnya.
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara Refli Harun ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa sejak awal Perppu dibentuk, dirinya menolak adanya pembubaran tanpa melalui proses pengadilan. Ia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menegakkan keadilan. Yaitu, mendengarkan dua belah pihak baik pemerintah maupun ormas. ”Keadilan itu harus ditegakkan, due process of law yakni mendengarkan kedua belah pihak, tidak hanya pemerintah. Tapi juga ormas yang memang ingin dibubatkan melalui proses peradilan, proses yang harus fair,” katanya.