Oleh Ari Wibowo (Arbo)
Co-Founder Narasi Institute
Presidium Sekber Aktivis UI
Pagi ini Kamis (20/4) Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan penistaan agama oleh Ahok yaitu satu tahun hukuman penjara dan dua tahun masa percobaan. Hampir 27 tahun yang lalu Arswendo Atmowiloto dituntut 5 tahun penjara dengan tuduhan sama penistaan agama. Bagaimana bobot penghinaan keduanya terhadap islam. Sudah pantaslah tuntutan jaksa terhadap Ahok?
Kasus Ahok dan Arswendo
Kasus penistaan ahok bermula dari pernyataan Ahok selaku Pejabat Gubernur Jakarta saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016 yang menyitir Surat Al-Maidah ayat 51.
Ahok menghina Quran dan Ulama dengan mulutnya sendiri sebagai buah dari pemikirannya dan ilmunya. Dalam hal ini Ahok secara sadar melakukannya dan bermaksud agar dirinya dapat dipilih menjadi Gubernur oleh pendengar muslimnya meski ia beragama Kristen.
Beda dengan Arswendo, dia tidak punya jabatan, dia hanya budayawan yang memimpin tabloid monitor dengan oplah tidak besar. Dia menempatkan Nabi Muhammad di urutan 11 dan menempatkan Soeharto sebagai urutan pertama sebagai tokoh yang paling diidolakan di Indonesia.
Pengumuman tabloid Monitor pada 15 Oktober 1990 bukan atas pemikirannya sendiri tapi atas hasil survey mengenai siapa tokoh yang paling diidolakan oleh masyarakat Indonesia.
Meski dia adalah penanggungjawab tabloid, suara terbanyak Soeharto diperoleh dari jawaban masyarakat yang disampaikan melalui kartu pos. Tercatat monitor menerima hingga sebanyak 33.963 kartu pos dan terdapat sejumlah 667 nama yang diajukan para pembaca. Hasil dari survey itu adalah menempatkan antara lain Presiden kala itu, Soeharto, di urutan pertama, sedangkan Nabi Muhammad berada di urutan kesebelas.