Salah satu contoh kontroversial dari musik propaganda adalah ketika pemerintah totaliter atau otoriter menggunakan lagu-lagu tertentu untuk membangun citra positif di mata publik. Di beberapa negara, lagu-lagu kebangsaan dan lagu-lagu yang mendukung pemerintah diharuskan dinyanyikan dalam berbagai acara resmi. Melalui cara ini, pemerintah berupaya menanamkan loyalitas dan kebanggaan kepada rakyat mereka. Musik pun menjadi alat untuk menyampaikan ideologi yang diinginkan sambil menenggelamkan suara saingan politik.
Musik propaganda juga sering kali digunakan untuk menyebarkan pesan moral yang sejalan dengan ideologi tertentu. Misalnya, di beberapa negara, lagu-lagu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat sering kali diisi dengan narasi yang mendukung kebijakan pemerintah. Masyarakat diajak untuk percaya bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah adalah demi kebaikan mereka. Dalam konteks ini, musik tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi alat untuk memperkuat kontrol budaya dan sosial di masyarakat.
Seni dan politik sering kali berjalan beriringan. Dalam banyak kasus, pemerintah yang ingin memperkuat legitimasi mereka akan melakukan kolaborasi dengan musisi untuk menciptakan karya-karya yang mendukung agenda mereka. Fenomena ini terlihat jelas saat konser-konser yang disponsori oleh pemerintah mengangkat tema tertentu, seperti persatuan nasional atau keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. Melalui kolaborasi ini, musik propaganda tidak hanya menjadi suara pemerintah, tetapi juga seolah-olah mencerminkan suara rakyat, meskipun sering kali hal tersebut adalah konstruksi yang disengaja.