Skenario tentang adanya upaya untuk menciptakan chaos lewat tragedi perang saudara nampaknya semakin menemukan pencerahannya. Hal ini terlihat dari memanasnya pro-kontra penyelenggaraan tabligh akbar yang rencananya bakal digelar di Masjid Agung Garut, Kabupaten Garut, pada 11 November 2017.
Pertanyaannya, siapa yang menskenariokannya? Apakah penciptaan kerusuhan tersebut ditujukan untuk melengserkan Presiden Jokowi? Ataukah sebaliknya, kerusuhan yang timbul justru diskenariokan untuk melanggengkan kekuasaan?
Untungnya, sebagaimana informasi yang beredar di linimasa dunia maya, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Garut telah menerbitkan surat penolakan atas penyelenggaraan tabligh akbar tersebut. Surat itu ditandatangani oleh Ketua DKM KH A Mimar Hidayatulloh dan Sekertaris DKM Edy Heryadi pada 7 November 2017.
Penolakan yang tertuang dalam surat bernomor 064/DK-MAG/X/2017 itu disampaikan setelah DKM Masjid Agung Garut menerima saran dari berbagai pihak, di antaranya Kesbangpol Garut, Kapolres Garut, Dandim 0611 Garut, BIN, Kantor Kemenag Garut, dan MUI Garut.
Sebelumnya, pada 5 November 2017, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Garut melayangkan keberatannya atas penyelenggaraan tabligh akbar yang dalam ceramahnya diisi oleh Bachtiar Nasir (BN) dan Ahmad Shabri Lubis (ASL). Alasannya, kedua ulama tersebut dinilai tidak tidak menyejukan dan cenderung melukai perasaan sebagian warga Indonesia.
"Judulnya saja Garut Bumi Islam. Kalau seperti itu yang di luar Islam tidak boleh tinggal di Garut? Bukannya kami tak setuju, tapi ads prinsip di Islam yang toleran, seimbang, dan menyayangi seluruh umat," tegas Wakil Sekretaris PCNU Garut, Aceng Hilman Umar Basori (Sumber: Tribunnews.com).
Penolakan PCNU Garut ini didukung oleh sejumlah pesantren di Garut, seperti Ponpes Al-Mansyuriyah, Ponpes As-Sa’adah, Ponpes Fauzan, dan Ponpes Salaman (Fauzan 3).
Penolakan atas ceramah BN dan ASL di Masjid Agung Garut hanyalah satu dari sederet penolakan terhadap dan ceramah yang diisi oleh ulama-ulama yang dianggap anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-pemerintah, pro-khilafah, dan lainnya.
Sebelum di Garut, ceramah Felix Siauw di Bangil, Pasuruan, ditolak oleh Banser. Felix ditolak setelah ia menolak menandatangani surat kesepakatan yang disodorkan oleh Banser. Surat kesepakatan itu berisi beberapa poin yang salah satunya memaksa Felik untuk menerima Pancasila sebagai ideologinya.
Jika diperhatikan, penolakan Banser atas ceramah Felix di Bangil itulah yang telah meningkatkan eskalasi ketegangan. Sebab, penolakan ceramah BN di Cirebon pada Oktober 2017 hanya menimbulkan riak kecil.
Ketegangan yang terjadi saat ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan mengingat Banser dan Kokam, dua ormas kepemudaan yang masing-masing berafiliasi dengan dua ormas Islam terbesar, telah terseret masuk ke dalam pusaran konflik.
Tetapi, perlu dicatat, tidak semua tokoh NU mendukung sikap Banser. Sayangnya, kepada tokoh NU yang menentang sikap Banser, stempel anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-pemerintah, pro-khilafah, dan lainnya pun langsung dialamatkan.