Tampang

Aneh, Kenapa Jokowi Menggagas RUU Pemilu yang Mencekik Lehernya Sendiri?

27 Jul 2017 11:21 wib. 3.346
0 0
Demo tolak Presidential Threshold

Jika dicermati, sebenarnya ada yang lebih menarik dari persoalan PT. Sayangnya, belum terdengar seorang pun yang mengangkatnya. Persoalan itu adalah masih digunakannya aturan 50% plus 1 sebagai penentu pemenang pilpres.

Pikirkan. Kalau aturan 50% plus 1 tidak diberlakukan dalam Pilgub DKI, siapakah yang keluar sebagai pemenangnya? Jawabannya sudah pasti Ahok-Djarot.

Sesuai dengan hasil survei, pasangan Ahok-Djarot mengungguli berbagai rilis survei dengan mengantongi tingkat elektabilitas sekitar 56%. Tetapi, dengan sistem 50% plus 1, tingkat elektabilitas yang aman bagi calon petahana adalah di atas 60%. Karena, suara yang diraih calon petahana rerata 10% di bawah hasil survei.

Pada Pilpres 2009, suara yang diraih SBY lebih rendah sekitar 7% dari rerata hasil survei yang menyebut tingkat elektabilitas SBY berada di angka 70%.

Saat ini sejumlah rilis survei menyebut tingkat elektabilitas Jokowi berada di kisaran 55%. Dengan angka tersebut, Jokowi akan kesulitan memenangi Pilpres 2019.

Di sisi lain, polarisasi yang terbentuk sejak 2012 semakin mengkristalkan pro dan anti Jokowi. Dengan situasi ini, pendukung Jokowi tidak mungkin lompat pagar. Demikian juga sebaliknya.

Dengan situasi ini, yang seharusnya dilakukan Jokowi adalah memecah suara lawan dengan cara memunculkan figur capres yang mendapat dukungan dari akar rumput kelompok anti-Jokowi. Untuk itu, Jokowi harus melepas Hanura, Golkar, PKB, PPP, dan mungkin juga PAN untuk mengusung pasangan capres-cawapresnya sendiri.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?