Tampang

Alasan Kenapa Jokowi Harus Dukung Fahri Hamzah yang Ingin Bekukan KPK

20 Sep 2017 13:03 wib. 2.724
0 0
Alasan Kenapa Jokowi Harus Dukung Fahri Hamzah yang Ingin Bekukan KPK

Tetapi, pertanyaanya, kenapa baru pada Juni 2014 penyelidikan terhadap BG dimulai? Bukankah informasi tentang rekening gendut yang dimiliki BG sudah diberitakan Majalah Tempo pada Juni 2010? Dan, bukankah Kompolnas pun telah meminta data keuangan BG sejak April 2013. 

Pertanyaan yang paling menarik, kenapa penyelidikan terhadap BG baru dimulai Juni 2014 atau setelah penutupan pendaftaran pasangan Capres-Cawapres untuk Pilpres 2014?

Dan, sebagaimana yang diberitakan, ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Abraham Samad. Menurut Bambang Widjojanto. kasus ini sempat dirapatkan oleh internal KPK pada Mei 2014.

Namun, kelanjutan dari rapat internal KPK itu tidak jelas. Sama tidak jelasnya dengan pengusutan atas keterlibatan Samad dalam bocornya Sprindik Anas Urabningrum yang melibatkan yang melibatkan orang dekat Samad, Wiwin Suwandi.

Karenanya, tidak salah jika mengatakan tindakan KPK yang memotong pencalonan BG sebagai Kapolri merupakan wujud dari adanya kepentingan politik di tubuh lembaga antirasuah ini.

Adanya kasak-kusuk kepentingan politik di KPK ini semakin jelas setelah sebuah artikel yang ditayangkan di Kompasiana dengan judul “Rumah Kaca Abraham Samad” memviral di media sosial. Dalam artikel itu diceritakan tentang serangkaian pertemuan antara Samad dengan elit PDIP sebelum Pilpres 2014.

Rapat internal KPK yang menyangkut dugaan pelanggaran kode etik Samad itu digelar pada Mei 2014. BG mulai diselidiki pada Juni 2014. Sementara, tahap pendaftaran bakal calon capres-cawapres Pilpres 2014 diselenggarakan pada 18-20 Mei 2014. Sepertinya, sederet waktu itu bisa bicara banyak tentang “sesuatu” yang terjadi di KPK.

Dugaan adanya kepentingan politik juga ada pada penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka. Meski namanya sudah disebut oleh Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarruddin, Anas belum juga disenggol oleh KPK.

Mau tidak mau kelambanan KPK dalam menuntaskan kasus korupsi proyek Hambalang ini membuat elektabilitas Demokrat semakin tergerus. Bahkan tidak sedikit yang menduga SBY selaku Presiden RI melindungi Anas yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Demokrat. 

“Sejak kemarin malam dan sepanjang hari ini, saya terima banyak berita dari tanah air sesuai rilis survei tentang keadaan parpol dilihat dari sisi dukungan publik saat ini.  Yang jadi perhatian adalah merosotnya angka untuk Partai Demokrat. Padahal, dalam Pemilu 2009 lalu,” kata SBY dalam pidato yang disampaikannya di Jeddah, Arab Saudi pada 5 Februari 2013 (Sumber: Detik.com).

Setelah pidato SBY tersebut dan didahului oleh drama bocornya SPRINDIK atas nama Anas Urbaningrum, barulah KPK menetapkan Anas sebagai tersangka pada 22 Februari 2013. Dan Ketum Demokrat itu baru ditahan pada 10 Januari 2014 atau ketika panasnya Pemilu 2014 sudah sampai ke ubun-ubun.

Bahkan penanganan kasus Anas ini sampai sekarang masih menyimpan segepok pertanyaan. Sampai-sampai, Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis menilai penetapan Anas sebagai tersangka dilakukan dengan cara yang jorok.

Kasus BG dan kasus Anas hanyalah contoh dari sekian kasus yang menguatkan adanya kepentingan politik praktis yang terjadi di institusi KPK. Jika, memasukkan dugaan kasus-kasus korupsi yang menyeret nama Ahok, pastilah daftar contoh itu akan semakin memanjang.

Adanya perang kepentingan di internal KPK pun semakin sulit dibantah pascapengakuan Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman yang membeberkan
Intrik, klik dan friksi antarkelompok di tubuh KPK.

Dan, seperti sebelumnya, Aris pun tak ayal lagi mendapat seretetan hujatan dari sekelompok orang yang mengaku-ngaku dirinya sebagai antikorupsi.

Sebenarnya intrik, klik, dan friksi di tubuh KPK bukanlah “barang baru”. Saat kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, rumor itu mengalir deras di sejumlah kanal media sosial, Kompasiana salah satunya.

Meski, pada Maret 2016, Ketua KPK Agus Rahardjo sudah membantahnya, namun rumor tersebut tetap mengalir tanpa penghalang. Bocornya BAP suap reklamasi yang diberitakan Tempo merupakan salah satu contohnya.

Masuknya kepentingan politik ke dalam intitusi penegak hukum merupakan racun bagi bangsa ini. Jika negara tidak segera mengambil tindakan, tidak menutup kemungkinan, negara ini akan kembali hancur sebagaimana yang terjadi pada 1998.

Usulan membekukan KPK sebagaimana yang disampaikan oleh politisi PDIP Henry Yosodiningrat dan politisi “independen” Fahri Hamzam seharusnya didukung penuh oleh Jokowi.

Fahri benar, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan wacana pembekuan KPK

"Enggak perlu takut, sebab KPK bisa diperkuat dengan memperbaiki yang ada di dalamnya, membersihkan dari regulasi yang menyimpang dari aturan...karena itu intrepretasi saja. Kalau kemarin itu, pembekuan itu sementara karena kita sedang evaluasi sementara," kata Fahri di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

Fahri menambahkan, semua ide dari Pansus untuk memperbaiki KPK perlu ditampung karena itu didasarkan pada temuan selama Pansus bekerja.

"Maka, jika perlu, untuk sementara KPK distop dulu. Kembalikan (wewenang memberantas korupsi) kepada kepolisian dan Kejaksaan Agung dulu," kata Henry seperti dikutip Harian Kompas (Sumber: KOMPAS.COM)

Dalam kisah Mahabarata terjadi perang besar yang dinamakan Baratayudha. Perang yang memusat pada dua kubu, Pandawa dan Kurawa, merupakan puncak dari akumulasi yang tidak mungkin lagi dipecahkan dengan jalan damai.

Demi memusnahkan keangkaramurkaan dan sengkarut sejuta masalah yang diakibatkan oleh sejuta kepentingan, dalam perang Baratayudha seluruh dinasti di wilayah Arya dibinasakan.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?