Tampang

Alasan Kenapa Jokowi Harus Dukung Fahri Hamzah yang Ingin Bekukan KPK

20 Sep 2017 13:03 wib. 2.725
0 0
Alasan Kenapa Jokowi Harus Dukung Fahri Hamzah yang Ingin Bekukan KPK

Baratayudha merupakan revolusi yang sesungguhnya. Dan, revolusi tidak mengenal kedamaian. Tetapi, hasil dari perang besar tersebut adalah generasi baru yang tumbuh dalam kedamaian.

Karenanya, jika pembekuan KPK dianggap sanggup membinasakan segala kekacauan di dalamnya, maka lakukanlah. Dalam kondisinya yang sudah compang-camping dicabik oleh tarik-menarik kepentingan politik, KPK harus direvolusi total. Dan, salah satu jalan adalah dengan membekukannya untuk sementara waktu.

Senin kemarin, 11 September 2017, Jokowi sudah mengeluarkan pernyataan resminya atas wacana pembubaran KPK.

"Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak akan membiarkan KPK diperlemah. Oleh sebab itu kita harus sama-sama menjaga KPK," ujar Jokowi seperti dikutip dari siaran pers resmi Istana (Sumber: KOMPAS.COM.

Kembali ke kisah Mahabarata, Basudewa Kresna berkata, “Keputusan seseorang akan menentukan takdirnya sendiri.”

Jika, pernyataan Jokowi itu disampaikan sebagai politisi yang juga akan maju sebagai capres petahana pada Pilpres 2019, maka pernyataan itu salah besar.

Perhatikan, pada Juni 2016, KPK menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras.

Tetapi, pada Desember 2016, KPK mengatakan akan membahas fakta baru yang ditemukan BPK dalam dugaa kasus korupsi yang melibatkan Ahok tersebut. Artinya, KPK akan membuka kembali kasus yang merugikan negara ratusan milar ini.

Apakah ada kesengajaan dengan dipilihnya waktu-waktu tersebut?

Juni 2016 dan Desember 2016 adalah waktu sebelum dan sesudah batas akhir pendaftaran pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta pada Pilgub DKI Jakarta 2017 yang dilaksanakan pada akhir September 2016.

Pertanyaannya, jika sebelum akhir September 2016, KPK tidak mengatakan seperti yang disampaikannya pada Juni 2016, apakah PDIP mau mengusung Ahok sebagai cagub?

Kemudian, jika KPK kembali menyatakan akan memanggil lagi Ahok terkait kasus Sumber Waras jelang Pemilu 2019, apakah yang terjadi pada kampanye pemenangan Jokowi?

Jokowi tidak bisa mengatakan jangan mengaitkan kasus yang melibatkan Ahok dengan dirinya. Sebab, para pendukung Jokowi yang sebagian besar pendukung Ahok sudah sekian lama menggembar-gemborkan “Dwitunggal Jokowi-Ahok”.

Lewat propaganda “Dwitunggal Jokowi-Ahok”, Jokowi diidentikan dengan Ahok. Jokowi adalah Ahok dan Ahok adalah Jokowi. Jokowi-Ahok satu pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Dan, jika isu Sumber Waras kembali diramaikan oleh KPK, maka Jokowi dan PDIP akan senasib dengan Demokrat pada 2014. Elektabilitas Jokowi dan PDIP akan tergerus oleh kasus yang menyeret nama Ahok ini.

Jokowi pun semestinya tidak melupakan kasus BG yang terjadi pada 2015. Gegara tindakan KPK yang sarat akan kepentingan politik, Jokowi nyaris dilengserkan. Karenanya, dengan kepentingan yang hampir serupa, KPK bisa saja menghadang Jokowi di tahun 2019.

Apapun yang dilakukan KPK terkait kasus Sumber Waras pastinya tidak akan lepas dari Jokowi yang sudah di-dwitunggal-kan dengan Ahok. Dan, apapun tindakan Jokowi pada KPK, kasus Sumber Waras pasti akan dikait-kaitkan dengan Jokowi. Jokowi sudah disandera justru oleh para pendukungnya sendiri.

Tetapi, dalam menentukan nasib KPK, Jokowi tidak boleh terikat pada sesuatu dan lain hal. Jokowi hanya boleh terikat pada kebenaran. Dan kebenaran tidak boleh terikat. Kebenaran harus bebaa tanpa ikatan. Hitam dikatakan hitam. Putih adalah putih. Begitu petuah Yudhistira, tertua dari Pandawa.

Jika Jokowi takut pada opini yang dilontarkan oleh sekelompok orang yang mengaku-ngaku sebagai ksatria antikorupsi, itu sama saja Jokowi telah terikat pada ketakutan. Dan, itu tidak benar.

Di mata Ramaparasu, para ksatria dipandang sebagai kelompok munafik. Karenanya, dari kitab ke kitab, dari kitab Ramayana, kitab Arjuna Wiwaha, dan Mahabarata, Ramaparasu menghabisi para ksatria yang dinilainya sebagai racun peradaban.

Sebagai negarawan, Jokowi tidak perlu takut pada opini yang dibentuk oleh kelompok orang yang mengaku-ngaku ksatria antikorupsi. Apalagi, dalam berbagai kasus, terutama kasus yang menyeret nama Ahok. sudah sangat jelas, jika teriakan pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh kelompok ini tidak lepas dari kepentingan politik.

Mendukung KPK bukan berarti menolak segala upaya untuk merevolusinya. Mendukung KPK bisa juga dilakukan dengan mendorong pembentukan Komite Etik untuk memeriksa para Komisaris KPK.

Bukankah usulan pembentukan Komite Etik juga pernah digagas oleh mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua saat muncul rumor konflik di antara para petinggi KPK menyangkut kasus Sumber Waras..

Sekarang, takdir pemberantasan korupsi ada di tangan Jokowi sebagai kepala negara. Dan, keputusan dibekukan atau tidaknya KPK akan menentukan takdir bangsa ini. Namun demikian, usulan pembentukan Komite Etik pantas untuk diwujudkan.

Gatot Swandito

Rakyat yang Tidak Jelas & Pendongeng Hitam

<123>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

Potensi Bisnis Meikarta
0 Suka, 0 Komentar, 12 Sep 2017

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?