Singkatnya, dengan kesempatan yang masih tersisa, sulit bagi Prabowo untuk mencoba-coba peruntungannya dengan memilih AHY sebagai cawapresnya.
Tetapi, persoalan antara Prabowo dan SBY tidaklah sederhana. Meski tidak seekstrim Prabowo-Wiranto, hubungan Prabowo-SBY pun tidaklah harmonis.
Bahkan, selama ini, belum sekalipun keduanya masuk dalam satu kelompok yang sama. Dalam Pilpres 2014, misalnya, meski Hatta Rajasa merupakan besan dari SBY, tetapi secara resmi, Demokrat memutuskan untuk netral. Demikian juga, ketika Pilgub DKI 2017 memasuki putaran kedua, Demokrat mengambil posisi netral. Dan, meski dekat dengan Koalisi Merah Putih, secara resmi Demokrat bukan menjadi anggotanya.
Meski katanya, dalam dunia politik praktis apa saja bisa terjadi. Kawan bisa menjadi lawan. Sebaliknya, lawan bisa jadi kawan. Yang ada hanya kepentingan. Tetapi, perseteruan para jenderal alumni Mei 1998 nampaknya berbeda. Walaupun sudah lewat hampir 20 tahun, namun para jenderal tersebut masih enggan untuk menyatu.
Para politisi bisa saja melakukan segala macam manuver demi kepentingannya. Mau main di bawah meja. Mau tukar guling di belakang panggung. Atau saling himpit di balik selimut. Tapi, ada satu yang mungkin mereka lupakan: ingatan publik. Ingatan publik inilah yang menjadi faktor X dalam patgulipat politisi.
Jelang pilpres 2014 ini publik kembali diingatkan pada aksi teror yang terjadi pada Jumat 17 Juli 2009 atau sembilan hari pasca pilpres. Kurang dari tiga jam setelah kejadian, Presiden SBY membacakan pidatonya.
Pada 11 Maret 2013 SBY bertemu dengan Prabowo. Menurut Fadli Zon, dalam pertemuan tersebut keduanya membahas isu-isu strategis. Dalam keterangan tertulisnya orang terdekat Prabowo itu mengutarakan SBY menyampaikan situasi terkini Indonesia di berbagai bidang. SBY juga memaparkan apa yang telah dilakukan dan tantangan-tantangan Indonesia ke depan. Sedang isu yang dibicarakan antara lain soal hubungan internasional, ekonomi, pertanian, perdagangan, investasi, pariwisata, birokrasi, energi dan politik.
Lantas, SBY dan Prabowo terlibat dalam perbincangan empat mata selama 20 menit. Dan, sampai saat ini belum ada yang mengungkapkan isi dari pembicaraan empat mata tersebut,
Keesokan harinya, 12 Maret 2013 7 Jenderal datang menemui SBY. Luhut Panjaitan yang hadir dalam pertemuan tersebut mengaku membahas pemilihan 2014, utamanya pemilihan presiden. Menurutnya, purnawirawan menyampaikan kepentingannya terkait pemilihan presiden mendatang.
“2014 jelas, siapapun yang terpilih itu yang terbaik. Kami menyampaikan bahwa kami punya kepentingan 2014 bahwa presiden yang terpilih, harus atau sebaiknya adalah orang yang mampu melakukan dan memanfaatkan succes story Presiden SBY,” papar Luhut.