Ketika itu Luhut yang datang bersama Subagyo H.S., Fahrul Rozi, Agus Widjojo, Johny Josephus Lumintang, Sumardi, dan Suaedy Marasabessy.
Apakah penjelasan Luhut tersebut sebagai pengungkapan atas isi pembicaraan rahasia SBY-Prabowo? Kemudian, apakah kedatangan ketujuh jenderal itu sebagai isyarat ketidaksetujuan mereka atas pencalonan Prabowo sebagai capres 2014?
Bila menyimak Apa Kabar Indonesia pada 13 Maret 2013, dengan tegas Luhut menyatakan kriteria calon presiden 2014 adalah tokoh yang tidak memiliki beban masa lalu. Dari pernyataan Luhut di TV One tersebut nampak jelas ada kesamaan pandangan antara 7 jenderal yang datang bersamanya dengan sikap SBY yang disampaikan pada pidato pasca bom Ritz-Marriott yang terjadi pada 17 Juli 2009..
“... Barangkali ada diantara kita yang di waktu yang lalu melakukan kejahatan, membunuh, menghilangkan orang, barangkali dan para pelaku itu masih lolos dari jeratan hukum, kali ini negara tidak boleh membiarkan mereka menjadi drakula dan penyebar maut di negeri kita ... “ Inilah penggalan pidato Presiden SBY beberapa saat setelah pemboman Hotel Ritz-Marriott.
Tanpa perlu bersusah payah mencari tahu siapa sosok drakula yang dimaksud SBY, publik sudah menyimpulkan bila yang drakula dimaksud SBY adalah Prabowo Subianto. Kesimpulan publik tersebut justru dikuatkan oleh desakan pendukung Prabowo agar SBY menglarifikasi isi pidatonya tersebut.
Sosok Prabowo memang sulit dilepaskan dari peristiwa penculikan aktivis pada 1998. Proses hukum terhadap pelaku penculikan yang setengah-setengah justru menempatkan Prabowo sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Ditambah lagi dengan dipecatnya jenderal bintang tiga ini dari dinas kemiliteran membuat mantan Pangkostrad ini kesulitan membantah keterlibatannya.
Jika, berkaca pada pidato 17 Juli 2009, pertemuan SBY dengan 7 jenderal purnawirawan dan konstelasi peta politik pra dan pasca 2014, kecil kemungkinan SBY akan mengarahkan Demokrat untuk mendukung Prabowo sebagai capres 2019. Mendukung Prabowo bagi SBY sama saja dengan mengkhianati para jenderal pro-Wiranto. Karenanya terlalu jauh jika berpikir SBY mau berkoalisi dengan Prabowo.