Di sinilah sering terjadi miskomunikasi. Dua orang yang sama-sama peduli, sama-sama sayang, tapi nggak merasa dipahami satu sama lain karena beda cara mengekspresikan dan menerima kasih sayang. Padahal, tujuan utama dari menjalin hubungan itu ‘kan saling mengisi, bukan malah saling bikin bingung.
Mengetahui love language diri sendiri bisa jadi kunci buat lebih mengenal kebutuhan emosional pribadi. Dengan tahu apa yang bikin hati terasa penuh, seseorang bisa belajar untuk lebih jujur ke orang terdekat. Misalnya, daripada berharap diam-diam orang lain peka, lebih baik bilang, “Aku senang banget kalau kamu ngasih waktu buat ngobrol santai bareng aku, walaupun cuma sebentar.” Kedengarannya sepele, tapi komunikasi kecil kayak gitu bisa bikin hubungan jauh lebih sehat dan jelas arahnya.
Sebaliknya, memahami love language orang lain juga penting supaya tidak memberi sesuatu yang salah. Ada orang yang merasa biasa aja saat dikasih hadiah mahal, tapi matanya bisa langsung berbinar-binar saat diajak jalan dan benar-benar didengarkan. Ada juga yang nggak terlalu butuh pelukan setiap waktu, tapi bisa terharu kalau orang terdekat rela bangun pagi cuma buat bantuin nyiapin presentasi penting. Setiap orang punya cara unik buat merasa dicintai, dan itu nggak selalu sama dengan cara memberi cinta.