Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa infeksi jamur patogen pada hewan-hewan berdarah dingin juga merasakan dampak pemanasan global dalam kisaran suhu tertentu. Misalnya, jamur patogen tidak akan mati akibat kenaikan suhu, kecuali jika suhu naik mendekati titik ideal bagi jamur tersebut, yang dikenal sebagai "termal optimal". Pada titik ini, hewan yang terinfeksi jamur tersebut memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian.
Dr. Li menjelaskan bahwa temuan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang potensi risiko akibat pemanasan global bagi hewan-hewan berdarah dingin, yang merupakan bagian penting dari ekosistem.
Ia juga menegaskan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami bagaimana kenaikan suhu lingkungan akan berdampak pada hewan-hewan berdarah panas, termasuk manusia. Karena ketika ekosistem dan keanekaragaman hayati terancam, dampaknya tentu tidak akan terbatas pada hewan-hewan tersebut, melainkan juga berpotensi mengancam kehidupan manusia.
Selain itu, Dr. King juga menekankan bahwa hasil penelitian ini memberikan wawasan yang penting untuk membantu memperkirakan risiko terhadap populasi hewan di seluruh dunia yang rentan terhadap pemanasan global dan penyakit. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati bukan hanya bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga untuk melindungi kehidupan manusia yang terhubung erat dengan ekosistem tersebut.