Adanya kesesatan berpikir tentang pendidikan menjadi dasar dari adanya kebijakan-kebijakan baik dari tataran pemerintah sampai dengan sekolah yang tak sesuai dengan seharunya. Seperti contohnya adalah kebijakan pemerintah yang selalu mementingkan pengembangan pendidikan di bagian materi melulu seperti KIP, dan dana bantuan lainnya meskipun memang hal itu bermanfaat bagi banyak anak di Indonesia. Namun, dari 20% anggaran pendidikan yang disediakan oleh Negara mengapa tidak sebagian besar anggaran itu digunakan untuk pengembangan manusia-manusianya? Karena pendidikan itu berbicara mengenai “manusia”, bukan sebatas “materialistik” yang hanya memuaskan secara kasat mata saja, meski memang banyak sekali dibutuhkan. Belum lagi kesesatan berpikir yang pernah disampaikan oleh Paulo Freire dalam Bukunya pedagogy of opressed bahwa Guru itu mengajar, murid belajar. Guru serba tahu, murid tidak tahu, Guru memerintah, murid mengikuti perintah, sehingga proses pembelajaran tak lain hanyalah sebuah proses transfer of knowledge saja.
Kesesatan berpikir ini bukan dipandang sebagai suatu hal yang salah mutlak. Namun, ini adalah perspektif/paradigma yang menganggap bahwa sudah saatnya kita menghancurkan stereotype terhadap pemikiran-pemikiran pendidikian demikian. Harus ada perubahan secara ideologis dalam pendidikan. Seperti halnya Ki Hajar Dewantara yang benar-benar memberikan sebuah ideologi pendidikan sepanjang hayat yang sampai dengan hari ini kita rasakan bersama efeknya. Ingatlah, masalah pendidikan tidaklah melulu soal material. Namun, ideologi pendidikan pun menjadi hal yang harus diperhatikan. Supaya kita semua tidak terjebak dalam pemikiran-pemikiran pendidikan yang membuat proses pendidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya.