Setiap kali upacara kenegaraan atau pertandingan olahraga penting, kita berdiri tegak dan mendengarkan alunan lagu kebangsaan. Banyak dari lagu-lagu ini punya melodi yang megah, lirik yang membangkitkan semangat, dan nuansa yang kuat akan perjuangan, perang, atau heroisme. Coba saja dengarkan "La Marseillaise" dari Prancis, "The Star-Spangled Banner" dari Amerika Serikat, atau bahkan "Indonesia Raya" dengan liriknya yang menyerukan "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya". Nuansa militer dan heroik ini bukan kebetulan; itu adalah cerminan dari sejarah, identitas nasional, dan fungsi lagu kebangsaan itu sendiri.
Cerminan Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan
Alasan paling mendasar mengapa banyak lagu kebangsaan terdengar militeristik adalah karena sebagian besar lagu-lagu tersebut lahir dari masa-masa perjuangan, revolusi, atau perang kemerdekaan. Lagu-lagu ini diciptakan bukan hanya sebagai musik, tetapi sebagai alat propaganda dan pemersatu. Mereka dimaksudkan untuk membangkitkan semangat juang rakyat, menggalang persatuan, dan memotivasi tentara di medan pertempuran.
"La Marseillaise," misalnya, diciptakan pada tahun 1792 saat Prancis dalam keadaan perang dengan Austria. Liriknya yang penuh semangat revolusi dan seruan untuk berperang melambangkan perjuangan rakyat Prancis melawan monarki. Demikian pula dengan "The Star-Spangled Banner," yang ditulis setelah pertempuran penting di Baltimore pada tahun 1814 selama Perang 1812. Liriknya menceritakan tentang ketahanan bendera Amerika di tengah serangan musuh, sebuah gambaran yang sangat heroik.
Di Indonesia, "Indonesia Raya" diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman di tengah masa pergerakan kemerdekaan. Lagu ini tidak langsung menyinggung perang secara eksplisit, tetapi liriknya yang berbunyi "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya" adalah seruan untuk kebangkitan dan perjuangan melawan penjajahan. Lagu-lagu ini, dengan demikian, berfungsi sebagai monumen musikal yang mengabadikan kenangan kolektif tentang pengorbanan dan heroisme para pahlawan bangsa.