Beberapa hipotesis awal mengenai penyebab longsoran ini yang disampaikan oleh para peneliti mencakup beberapa faktor. Di antaranya adalah mencairnya lapisan es yang selama ini berfungsi sebagai penopang, ketidakstabilan akibat kurangnya penopang dari es yang mencair, dan juga perubahan pola presipitasi yang terus menerus. Kesemua faktor ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim dapat menciptakan kondisi yang dapat berpotensi memicu bencana alam yang lebih besar. Ini merupakan peringatan serius bagi umat manusia mengenai betapa pentingnya menjaga keseimbangan iklim di planet kita.
Menanggapi temuan ini, para ilmuwan internasional menegaskan perlunya penelitian lanjutan untuk memahami lebih dalam dan detail mengenai fenomena megatsunami yang terjadi di Greenland. Penelitian lebih lanjut akan memberikan wawasan penting mengenai tren yang mungkin terjadi di masa depan dan dampaknya terhadap biodiversitas serta ekosistem laut.
Dalam konteks yang lebih luas, peristiwa megatsunami ini bukan hanya sekedar kejadian lokal, tetapi juga menjadi pengingat bagi seluruh dunia akan dampak dari perubahan iklim. Banyak peneliti dan ilmuwan di berbagai negara telah berkali-kali memperingatkan pentingnya penerapan kebijakan konkret oleh pemangku kebijakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketidakmampuan dalam mengatasi masalah ini dapat menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam.
Sayangnya, meskipun telah ada upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya aksi perubahan iklim, kemajuan yang dicapai masih terbilang minim. Bencana alam tetap terjadi di berbagai belahan dunia, menambah tantangan baru bagi upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Situasi ini semakin mendesak, mengingat banyak kota dan negara yang berada dalam risiko tinggi terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan oleh perubahan iklim.