Lebih lanjut, Jasra mengungkapkan kekhawatiran atas lemahnya proses evaluasi sebelum siswa dikirim ke barak. Di tiga sekolah di Purwakarta, KPAI bahkan menemukan bahwa sekolah tidak memiliki guru BK, namun tetap mengirim siswa ke barak. “Kami mempertanyakan siapa yang menentukan kriteria ‘nakal’ itu? Tanpa rujukan dari psikolog profesional, ini bisa jadi bentuk penilaian sepihak,” tambahnya.
Jasra juga menyoroti akar permasalahan yang sering kali bersumber dari kurangnya layanan konseling baik di sekolah maupun di rumah. Menurutnya, keterbatasan jumlah psikolog, pekerja sosial, dan guru BK berdampak langsung pada efektivitas penanganan perilaku menyimpang pada anak.
KPAI mendorong pemerintah daerah dan sekolah untuk memastikan setiap tindakan pembinaan siswa didasarkan pada pendekatan profesional, transparan, dan tidak melanggar hak asasi anak. Pendekatan militer tanpa dasar yang kuat bisa berisiko memperburuk kondisi psikologis anak, alih-alih menjadi solusi pendidikan.