Ketika kita bicara soal Korea Selatan, mungkin yang langsung terbayang adalah K-Pop, drama Korea, atau teknologi canggih. Tapi di balik gemerlap itu, ada satu sisi yang tak kalah menarik, sekaligus bikin geleng-geleng kepala: sistem pendidikan Korea yang terkenal super ketat dan penuh tekanan. Seolah-olah, semua anak di sana memang didesain untuk menjadi yang terbaik, apa pun harganya.
Bayangkan saja, seorang siswa di Korea Selatan rata-rata menghabiskan waktu belajar yang luar biasa panjang. Dari pagi sampai sore di sekolah reguler, setelah itu langsung lanjut ke hagwon atau lembaga bimbingan belajar swasta hingga larut malam. Pulang ke rumah, bukannya istirahat, mereka masih harus melanjutkan belajar mandiri sampai dini hari. Hidup mereka seolah didikte oleh buku pelajaran dan jadwal yang padat. Ini bukan lagi soal rajin, tapi sudah menjadi budaya belajar yang ketat yang mengakar kuat di masyarakat.
Pangkal dari semua tekanan belajar ini adalah satu gerbang penentu masa depan: ujian masuk universitas yang dikenal dengan nama Suneung atau College Scholastic Ability Test (CSAT). Ujian ini bukan sekadar ujian biasa, melainkan penentu segalanya. Lulus dengan nilai tinggi dan diterima di universitas bergengsi, terutama tiga universitas papan atas yang disebut "SKY" (Seoul National, Korea, dan Yonsei Universities), adalah jaminan status sosial, pekerjaan mapan, bahkan seringkali juga jodoh. Gagal di Suneung bisa diibaratkan sebagai pukulan telak yang meruntuhkan harapan dan masa depan seseorang.