Tampang

Bagaimana jika Indonesia Tanpa Guru

12 Mei 2017 09:18 wib. 3.182
0 0
fikri faturrahman


“ Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa”
Sepenggal lirik, hymne guru


Bangsa yang baik, adalah bangsa yang senantiasa menghormati jasa-jasa para pahlawannya. Indonesia sejak zaman penjajahan belanda dan jepang lalu kemudian menemui cita-cita kemerdekaan dalam perjalanannya terdapat berbagai peristiwa yang membelajarkan kita tentang pentingnya pengabdian dan kerelaan hati dalam berjuang. Tokoh-tokoh berpengaruh muncul sebagai pahlawan revolusioner, pengubah bangsa, dengan segala ketajaman intelektualnya dan juga kehalusan hati mampu memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tibalah kita pada masa dimana para pahlawan jasa-jasanya harus senantiasa kita hargai.


Kita mengenal sosok proklamator, Ir Soekarno dan kawan seperjuangannya M.Hatta. Mencoba pula mengungkap sosok yang disebut “pahlawan kesepian” yang bernama Tan Malaka. Kita juga mengenal seorang HOS Cokroaminoto, yang mampu melahirkan tokoh perubahan untuk bangsa beberapa diantarnaya tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya. Saya juga tak mau melupakan seorang pribadi, manusia Indonesia yang dengan keyakinan iman serta kecerdasan akhlaknya dia mampu menghapus segala unsur kebencian dan senantiasa mengedepankan kebenaran, ialah sosok Buya Hamka. Tahukah kita tentang salah satu pengabdian mereka terhadap bangsa yang jarang diungkap ? Saya tegaskan dan mengingatkan bahwa mereka pernah menjadi seorang pendidik yang mulia, seringkali kita sebut “Guru”.


Negeri ini dibangun oleh seorang guru. Sebuah pernyataan yang menarik jika sekilas kita simak bahwa sekalipun mereka adalah tokoh-tokoh yang bergerak di bidang sosial politik, tapi tak dapat dipungkiri bahwa mereka pun adalah guru peradaban bangsa. Sudah tidak asing dalam telinga kita, dan juga sudah tak akan terelakkan tentang seorang pejuang pendidikan yang nama serta gagasannya masih menjadi rujukan filosofis dan juga prinsip pendidikan di Indonesia. Ialah Ki Hadjar Dewantara, dengan konsep Tri Pusat Pendidikan. Oh Tuhan, seberuntungnya kami berada di Negeri yang diperjuangkan oleh para guru peradaban. Lantas, bagaimana dengan kondisi hari ini ?


Kita hidup di abad ke-21, dituntut untuk berpikiran kritis, mengedepankan kepada pemecahan masalah, komunikasi dengan baik dan bergerak kolaboratif, melek terhadap ICT dan literasi, kehidupan yang damai melalui kesadaran budaya dan juga harmonisasi dalam dinamika sosial politik di dunia ini. Kemudian kita harus berpikir, bahwa masalah yang sama-sama kita hadapi saat ini tanpa pengecualian adalah tentang bagaimana kita bertahan dalam hidup ini dalam konteks yang luas? Tentu sebuah pendalaman dalam berpikir kritis tentang kehidupan hari ini. Satu-satunya senjata ampuh yang kemudian akan membantu terpenuhinya segala tuntutan tersebut, yaitu Pendidikan.


Berbicara pendidikan, tidak melulu berkaitan dengan sekat kelas, kapur barus, kartu Indonesia pintar, bangku dan juga meja. Dalam tulisan ini, mari kita hadirkan seorang sosok pribadi dengan segala kemampuannya mampu menjadikan kita menjadi manusia seutuhnya. Dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, kemudian perubahan lainnya yang mungkin tidak dirasakan langsung oleh diri kita. Guru, sosok yang membawa perubahan besar.

<123>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.