Tampang

Bagaimana jika Indonesia Tanpa Guru

12 Mei 2017 09:18 wib. 2.830
0 0
fikri faturrahman


Mereka yang sedang berjuang untuk membangun bahtera pendidikan Indonesia, kita tak boleh pula melupakan bagaimana kesejahteraan dan peningkatan kualitasnya. Mirisnya hari ini adalah masih ada guru honorer yang memiliki beban mendidik (dalam pandangan saya, jika dikatakan beban mengajar, terlalu sempit), dengan beban yang cukup besar namun tidak setara dengan kesejahteraannya. Satu bulan hanya mendapatkan tiga ratus ribu rupiah. Bayangkan saja, di zaman yang harga bahan pokok sudah tidak murah lagi, seorang guru berpenghasilan dibawah standar, harus menghidupi keluarganya, alangkah sedihnya jika terus-terusan diperlakukan demikian. Padahal tugas mereka sangatlah mulia. Mendidik dengan hati, meninggalkan segala kebencian ketika mendidik dikala anak-anak yang dididiknya menjengkelkan, tapi Ia tetap bertahan.


Marak media masa mengabarkan bahwa berbagai kasus kriminal, pelecehan seksual, dan peristiwa lainnya yang menyayat hati kita semua, terutama bagi insan yang cinta akan pendidikan. Lantas, dimana nilai kehormatan seorang guru, jika yang diberitakan adalah keburukan-keburukan guru yang kemudian kita ketahui belum tentu kebenaran dari kasusnya. Keberpihakan media masa terhadap pendidikan saya katakan sangatlah rendah. Setiap saya melihat televisi, seringkali yang ditampilkannya adalah kasus-kasus kejahatan. Pantas saja, negeri kita makin bobrok, tau sendiri lah.


Seiringan dengan itu, bagaimanakah pemerintah memprioritaskan pendidikan ? khususnya seorang guru. Kita tahu bahwa sistem rekrutmen guru dalam konteks pendidikan formal hari ini sangatlah rumit. Untuk menjadi guru professional saja, harus melalui beberapa tahapan. Masuk dalam LPTK, kemudian lulus dan harus menempuh SM3-T, setelah setahun ditempa kemudian masuk dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG), barulah dikatakan guru professional, atau nama kerennya dari pemerintah adalah GGD (Guru Garda Depan). Keren memang, tapi sayangnya hal itu belum banyak diketahui banyak orang, terutama calon pendidik. Belum lagi UKG yang dinilai sebatas formalitas oleh banyak guru dan kemudian konten dari UKG lebih cenderung kepada pemenuhan aspek kognitif guru. Ah, lagi-lagi, Negeri Kognitif. Wacana demi wacana dikeluarkan pemerintah. Mulai dari janji, akan menjadikan guru sebagai garda terdepan dalam pendidikan maka sangat ditunggu realisasinya. Berjanji akan menyetarakan gaji guru honorer dengan guru PNS. Janji, dan janji. Ah amatlah manis.


Maka, izinkan saya menerikan satu kalimat yang mudah-mudahan akan membangunkan dari tidur-tidur kita sebelumnya terhadap kondisi guru Indonesia. Satu kalimat yang mudah-mudahan tidak menyinggung banyak elemen, apalagi pemerintah, juga guru. Namun, hal ini ditulis semata-mata untuk menggambarkan ketika Negeri ini bobrok, dan akan semakin bobrok. Satu kalimat itu adalah

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?