Maka, izinkan saya menerikan satu kalimat yang mudah-mudahan akan membangunkan dari tidur-tidur kita sebelumnya terhadap kondisi guru Indonesia. Satu kalimat yang mudah-mudahan tidak menyinggung banyak elemen, apalagi pemerintah, juga guru. Namun, hal ini ditulis semata-mata untuk menggambarkan ketika Negeri ini bobrok, dan akan semakin bobrok. Satu kalimat itu adalah
“Indonesia Tanpa Guru”
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? sebuah gagasan yang menarik para manusia yang benci akan Negeri ini. Tersenyum ketika melihat kebobrokan manusia juga pendidikannya.
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? sekolah, taman belajar, akan kesepian. Kesepian dari nilai-nilai dan juga pengetahuan yang akan menghidupi anak-anak masa depan bangsa.
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? pemerintah bisa santai. Tak perlu keluarkan biaya banyak untuk pendidikan. Alokasinya lebih diberikan banyak untuk pembuatan Kartu Indonesia Pintar yang dalam pelaksanaannya masih dirasa belum jelas dan merata. Ah, negeri kartu.
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? saya yakin, tidak akan ada kemajuan bagi bangsa ini. Presiden tidak mungkin hadir sebagai sosok yang cerdas, ilmuan tidak mungkin menjadi seorang pembawa solusi, dan sosok lainnya yang tak mungkin bisa hidup tanpa ilmu pengetahuan.
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? Ah, mungkin kita akan sangat rindu akan sapaan “Selamat pagi bapak guru, selamat pagi ibu guru.”. Lenyap, barangkali disudahi saja sapaan seperti itu.
Bagaimana jika Indonesia tanpa guru ? Indonesia masih terjajah. Tidak akan lahir sosok-sosok guru peradaban. Proklamasi belum tentu dikumandangkan, karena belum bisa baca, tulis, dan menafsirkan arti dari proklamasi itu. Mengerikan, jika Indonesia tanpa guru.
Refleksi terbesar dalam hidup kita untuk merenungi kondisi pendidikan adalah bagaimana jika Indonesia tanpa guru semakin jelas di depan mata. Mengerikan dan saya tidak dapat membayangkan bagaiman kedepannya bangsa ini akan menemukan cita-citanya.