Kisah lain yang lebih sering disebut adalah tradisi untuk memberi ruang bagi "bendera kematian". Menurut beberapa sejarawan maritim, ketika sebuah kapal mengibarkan bendera setengah tiang, itu berarti mereka memberikan ruang di tiang bendera untuk bendera tak kasat mata yang melambangkan kematian. Bendera duka ini mengisyaratkan kepada kapal lain bahwa mereka sedang dalam kondisi berkabung.
Selain itu, ada juga teori yang mengatakan bahwa tradisi ini adalah sebuah isyarat penghormatan kepada bendera kematian yang tak kasat mata yang melayang di atas bendera negara yang berduka. Atau, tindakan ini melambangkan penyerahan sebagian kehormatan bendera kepada entitas yang lebih tinggi, yaitu kematian itu sendiri, sebagai tanda duka dan kesedihan yang mendalam.
Perkembangan Tradisi Menjadi Praktik Formal
Seiring berjalannya waktu, tradisi dari laut ini mulai diadopsi oleh angkatan darat dan kemudian oleh pemerintah. Negara-negara Eropa dan Amerika Utara mulai secara formal menetapkan aturan untuk mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk penghormatan publik. Pada tahun 1799, misalnya, bendera Amerika Serikat dikibarkan setengah tiang untuk menghormati kematian George Washington, yang menjadi salah satu preseden penting dalam sejarah.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, tradisi ini semakin disahkan melalui undang-undang dan peraturan resmi di banyak negara. Aturan ini tidak hanya mencakup siapa yang berhak mendapatkan penghormatan ini, tetapi juga berapa lama bendera harus dikibarkan setengah tiang—biasanya dari saat kematian sampai pemakaman, atau untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh pihak berwenang. Ini mengubah tradisi spontan menjadi protokol resmi yang diikuti secara ketat.