Kondisi pasar mobil yang sedang berkontraksi ini memaksa Toyota dan perusahaan mobil lainnya untuk lebih selektif dalam menanggapi kenaikan harga. Faktor daya beli masyarakat menjadi pertimbangan utama agar tidak memberi tekanan lebih lanjut pada pasar. Data dari Asosiasi Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) bahkan menyebutkan bahwa penjualan mobil pada semester pertama tahun 2024 mengalami penurunan signifikan, mencapai 30% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi produsen mobil dalam menentukan kebijakan harga.
Dalam menghadapi situasi ini, Toyota perlu mempertimbangkan kebijakan harga secara hati-hati. Salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan memberlakukan kebijakan diferensiasi harga untuk setiap model kendaraan yang mereka tawarkan. Toyota juga perlu mengidentifikasi model-model mobil yang memiliki daya saing tinggi di pasaran sehingga kenaikan harga tidak berdampak negatif terhadap minat beli konsumen.
Dari sisi industri, pemerintah juga perlu mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan yang dapat membantu meredakan tekanan harga pada mobil. Penyediaan insentif atau subsidi dari pemerintah dapat menjadi solusi jangka pendek untuk menjaga daya beli masyarakat terhadap mobil. Langkah ini dapat membantu produsen mobil untuk tetap bertahan di tengah tekanan kenaikan harga, sambil menahan dampak penurunan penjualan.
Dari sisi konsumen, saat ini menjadi momen yang tepat untuk melakukan riset pasar dan mempertimbangkan pembelian mobil bekas. Selain harganya yang lebih terjangkau, mobil bekas juga bisa menjadi alternatif yang menarik mengingat situasi tekanan harga mobil baru yang sedang terjadi. Pilihan model dan kondisi mobil bekas yang baik dapat menjadi alternatif menarik bagi konsumen yang ingin memenuhi kebutuhan mobilitas dengan budget terbatas.