Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa sepak bola juga dapat menjadi sarana pemecah belah. Keberadaan rivalitas yang tajam antara negara atau klub sepak bola bisa membangkitkan sentimen nasionalisme yang berlebihan, bahkan memicu ketegangan di lapangan maupun di luar lapangan. Misalnya, pertemuan antara tim nasional yang memiliki rivalitas sejarah sering kali menimbulkan ketegangan, bukan hanya di kalangan pemain tetapi juga di kalangan supporter. Di negara-negara seperti Turki dan Yunani, pertandingan sepak bola tidak jarang berujung pada kerusuhan, mencerminkan bahwa meskipun begitu kuatnya daya tarik sepak bola, ia juga dapat merefleksikan dan memperdalam perpecahan sosial.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sementara sepak bola bisa menyatukan, ia juga berpotensi untuk memperkeras garis-garis pemisah antar bangsa. Dalam beberapa kasus, pertandingan-pertandingan internasional justru menjadi arena di mana konflik politik bisa tercermin dan diperparah. Misalnya, konflik Israel-Palestina terlihat dalam momentum olahraga, di mana tim sepak bola atau pendukung dari kedua belah pihak sering kali terlibat dalam protes yang lebih luas.
Dari sudut pandang diplomasi olahraga, Piala Dunia tidak hanya menjadi kompetisi, tetapi juga laboratorium sosial tempat kita dapat mengamati interaksi kompleks antara kebudayaan, identitas, dan politik. Pengaruh sepak bola dalam membangun atau meruntuhkan hubungan antar negara sejatinya sangat menyentuh aspek kehidupan manusia di berbagai tingkatan.