Selain merugikan negara secara ekonomi, tindakan tersebut turut merusak kepercayaan masyarakat terhadap kualitas beras yang beredar di pasaran. Konsumen tidak hanya mengalami kerugian materiil karena membeli beras berkualitas rendah dengan harga tinggi, tetapi juga secara immateriil karena kehilangan rasa aman dan kepercayaan terhadap produk pangan pokok.
“Dalam posisi ini, konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi, baik secara materi maupun immateri,” tegas Niti.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, YLKI menyarankan perlunya pengawasan ketat terhadap rantai pasok beras mulai dari hulu hingga hilir. Pengawasan tidak hanya dilakukan saat beras sudah sampai di pasar (post-market), tetapi juga sebelumnya (pre-market) melalui pemeriksaan dokumen administrasi, sarana dan prasarana, serta uji laboratorium untuk menjamin kualitas.
“Kualitas beras yang dijual di ritel harus terus dipantau secara berkala agar konsumen terlindungi,” kata Niti.
Ia juga mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam pengawasan. Konsumen, menurutnya, dapat menjadi pengawas sosial dengan melaporkan kecurangan yang ditemukan di lapangan kepada pihak berwenang. Kehadiran masyarakat kritis sangat penting sebagai bentuk kontrol publik.
Dalam konteks ini, lembaga perlindungan konsumen juga memiliki amanat untuk menjalankan fungsi pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat demi memastikan hak-hak konsumen tidak dilanggar.
Sementara itu, pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau berdasarkan instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberantas segala bentuk kejahatan yang merugikan konsumen.