Pencegahan konflik juga mencakup identifikasi dini terhadap potensi provokasi dari pihak ketiga yang ingin membuat kekacauan. Seringkali, kericuhan tidak hanya berasal dari demonstran, tetapi juga dari kelompok yang menyusup dan sengaja membuat keributan untuk mengalihkan isu atau mendiskreditkan aksi. Polisi bertugas untuk mengidentifikasi dan menangani provokator tersebut agar aksi bisa tetap damai.
Mengapa Sering Terjadi Kesalahpahaman?
Kesalahpahaman antara polisi dan demonstran seringkali terjadi karena beberapa faktor. Pertama, minimnya komunikasi di lapangan. Kadang, perintah dari atasan tidak tersampaikan dengan baik ke personel di lapangan, atau sebaliknya. Kedua, kurangnya pelatihan yang memadai. Tidak semua personel memiliki pemahaman yang sama tentang prosedur penanganan demo dan pentingnya HAM. Ketiga, provokasi dari berbagai pihak, baik dari demonstran yang anarkis, kelompok penyusup, atau bahkan oknum polisi sendiri yang menyimpang dari tugasnya.
Ketika kekerasan terjadi, publik cenderung langsung menyalahkan kepolisian secara institusional. Padahal, seringkali itu adalah tindakan oknum atau akibat dari situasi yang sudah tidak terkendali. Namun, sebagai institusi, kepolisian memang harus bertanggung jawab atas tindakan anggotanya dan melakukan evaluasi serta perbaikan yang berkesinambungan.