“Perjalanan total tetap lama dan mahal karena harus sambung kendaraan lain. Jadi apa bedanya dengan naik travel atau mobil pribadi?” keluh Siska, mahasiswa asal Bandung.
Proyek Ambisius, Tapi Minim Partisipasi Publik
Pembangunan kereta cepat sejak awal dinilai lebih berorientasi pada kebanggaan nasional ketimbang kebutuhan masyarakat. Kajian transportasi publik yang inklusif dan analisis manfaat jangka panjang bagi warga masih dipertanyakan.
“Ini proyek ambisius tapi tidak dibarengi asesmen yang partisipatif. Warga jadi penonton, bukan pengguna utama,” ujar Naufal Hidayat, peneliti transportasi dari Urban Future Institute.
Peluang Komersialisasi Tinggi, Risiko Subsidi Membayangi
Jika tingkat okupansi tidak mencukupi, proyek ini berisiko disubsidi besar oleh negara. Artinya, uang rakyat tetap digunakan meskipun tidak semua bisa menikmatinya.