Ketua RT setempat, Budi Setiawan, membenarkan adanya kejadian tersebut. Kasus tersebut pun membuat warga sekitar pesantren marah. "Dia [pemilik Pondok Pesantren Al Mahdiy] melakukan pelecehan seksual kepada santrinya, itu yang membuat warga marah," kata Budi.
Kemarahan warga itu terlihat dari sejumlah banner yang terpasang di depan Pondok Pesantren Al-Mahdiy. Spanduk itu berisi narasi-narasi protes. "Tutup secepatnya Pondok Pesantren Al Mahdiy karena sudah meresahkan warga, tidak ada kata damai untuk tindak asusila, usir pengasuh Pondok Pesantren Al Mahdiy dari Desa Pagerwojo," tulis sejumlah banner yang terpasang.
Pada saat ini, permasalahan kasus pelecehan seksual di pondok pesantren menjadi perhatian serius bagi masyarakat, khususnya para orangtua santri. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang perlindungan anak-anak di lingkungan pondok pesantren, yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi mereka. Perlindungan anak juga menjadi sorotan utama, mengingat kejadian pelecehan seksual ini terjadi di lingkungan pendidikan dan spiritual yang seharusnya memiliki aturan dan pengawasan ketat.
Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pada tahun 2023, terdapat 3.117 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke pihak berwajib. Namun, angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi karena banyak kasus tidak terlapor. Masih ada anak-anak yang enggan melaporkan kekerasan yang mereka alami karena takut atau merasa malu. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dan pengawasan yang ketat dalam mencegah dan menangani kasus-kasus pelecehan seksual ini.