Banyak yang berpendapat bahwa Monas adalah manifestasi dari keinginan Soekarno untuk dikenang sebagai pemimpin besar. Dengan membangun sebuah monumen yang megah, Soekarno berusaha memperkuat citra dirinya di mata masyarakat. Hingga saat ini, masalah ini masih menjadi perdebatan. Apakah Monas dirancang sebagai lambang persatuan dan kebanggaan rakyat, ataukah lebih kepada simbol pribadi bagi Soekarno yang ingin dikenang sepanjang masa?
Kontroversi ini diperkuat oleh pola pikir zaman dan konteks sejarah yang berbeda. Masyarakat pada era Soekarno lebih fokus pada pengembangan identitas nasional, sementara di era modern ini, pandangan terhadap Monas mulai dipertanyakan. Sebagian kalangan menilai Monas terlalu senantiasa berorientasi pada kepentingan politik dan cita-cita pribadi Soekarno, bukan semata-mata untuk mencerminkan semangat seluruh rakyat. Hal ini menimbulkan diskusi panjang mengenai tujuan dan makna dari Monas sebagai monumen peringatan.
Dalam konteks nasionalisme, Monas dapat dipandang sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Namun, ketika kita melihat lebih dalam, akan muncul pertanyaan: Apakah semangat nasionalisme yang dimaksud benar-benar berasal dari perasaan rakyat, ataukah lebih didominasi oleh ambisi pribadi seorang pemimpin?