Kasus ini bermula dari pembelian tanah seluas 762 meter persegi di Jalan Purnama 1, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, pada tahun 2013 seharga Rp 2,3 miliar oleh korban bernama Effendi (almarhum) melalui perantara MP. Meskipun pembayaran telah dilunasi, namun korban tidak mendapatkan haknya atas tanah tersebut, bahkan hingga saat almarhum meninggal pada tahun 2020. Keluarga korban mencoba menelusuri tanah yang dibeli tersebut dan mengetahui bahwa tanah tersebut telah dijual kembali kepada orang lain.
Tidak menerima perlakuan terhadap orangtuanya, ahli waris korban akhirnya melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh MP ke Polresta Pontianak pada tahun 2023. Kuasa hukum istri dan ahli waris almarhum, Sobirin, menjelaskan bahwa kliennya membeli tanah tersebut melalui perantara pelaku MP dengan total pembayaran mencapai Rp 2,5 miliar, namun uang tersebut tidak diserahkan kepada pemilik tanah. Bahkan sertifikat tanah yang dijanjikan juga tidak diserahkan setelah kliennya meninggal dunia.