Dalam pandangan Gus Rozin, Ma’had Aly memiliki amanat besar sebagai pusat kaderisasi ulama yang mumpuni. Ia menekankan bahwa lulusan Ma’had Aly bukan hanya sekadar mutafaqqih fi al-din, yaitu orang yang mendalami ilmu agama, tetapi juga mutafaqqih fi masalih al-khalqi, ulama yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan masyarakat dan bangsa. Dengan begitu, Ma’had Aly diharapkan dapat terus menjadi mercusuar keilmuan Islam, yang menyebarkan visi keulamaan sekaligus melestarikan tradisi intelektual para ulama terdahulu.
Lebih lanjut, Gus Rozin juga mengingatkan pentingnya menjaga independensi pesantren di tengah kerangka pendidikan nasional. Menurutnya, pesantren memiliki kekhasan yang tidak boleh diseragamkan, sebab setiap pesantren membawa visi, misi, serta tradisi keilmuan yang khas. Kekhasan ini bukan berarti pesantren dibiarkan tertinggal, melainkan agar ia berkembang sesuai dengan identitas dan tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut, kata dia, sejalan dengan amanat Undang-Undang Pesantren yang menjamin independensi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berdiri mandiri tanpa intervensi, tetapi tetap berpegang pada komitmen kebangsaan.
Senada dengan Gus Rozin, anggota Majelis Masyayikh Divisi Ma’had Aly, Abdul Ghofur Maimoen, menekankan bahwa asesor harus dipandang sebagai mitra strategis bagi pesantren. Ia menyebut keberadaan Profil Santri Indonesia sebagai rujukan penting dalam pengembangan mutu pendidikan pesantren, karena memuat integrasi kompetensi, akidah, dan akhlak yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Menurutnya, seorang asesor tidak cukup hanya berperan sebagai pemeriksa, tetapi harus juga mendampingi dan memberdayakan pesantren. Dengan begitu, setiap lembaga akan tumbuh dengan budaya mutu yang melekat, tanpa kehilangan identitas dan ruh kepesantrenannya.