Korupsi seringkali dianggap sebagai penyakit kronis yang sulit disembuhkan, menjangkit berbagai sendi kehidupan, dari level teratas hingga paling bawah. Berbagai kasus yang terungkap menunjukkan betapa mudahnya kekuasaan, jabatan, dan kesempatan disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Menunjuk satu atau dua penyebab saja tidak cukup untuk memahami mengapa manusia, makhluk yang seharusnya memiliki nurani, bisa begitu mudah terjerumus dalam sifat rakus dan tamak.
Faktor Internal: Kelemahan Karakter dan Godaan Kekuasaan
Sifat dasar manusia memainkan peran sentral dalam timbulnya korupsi. Meskipun tidak semua orang terlahir rakus, ada kelemahan-kelemahan karakter yang bisa menjadi pintu masuk. Rasa kurang puas yang terus-menerus, betapapun banyaknya harta yang sudah dimiliki, adalah pemicu utama. Manusia dengan sifat ini selalu merasa tidak cukup, terus mencari lebih banyak, dan melihat kekuasaan sebagai alat untuk menumpuk kekayaan tanpa batas. Ini adalah dorongan internal yang sulit dikendalikan tanpa adanya integritas yang kuat.
Selain itu, godaan kekuasaan seringkali membutakan mata hati. Jabatan dan posisi strategis memberikan akses pada sumber daya dan otoritas yang besar. Banyak orang yang awalnya berniat baik, lambat laun terbuai oleh kemudahan yang ditawarkan oleh kekuasaan tersebut. Mereka mulai berpikir bahwa aturan bisa dibengkokkan, pengawasan bisa dielakkan, dan tindakan curang adalah cara tercepat untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang merasa berkuasa, ia cenderung melihat dirinya di atas hukum, menganggap apa yang dilakukan adalah haknya, bukan kewajiban.