Proyek MoFCREC membawa tiga inovasi utama: pertama, keterlibatan masyarakat secara mendalam melalui proses desain bersama di setiap tahapan penelitian; kedua, pengungkapan kerugian interseksional akibat perubahan iklim, seperti dampaknya terhadap kemiskinan dan gizi; ketiga, pembentukan tim riset internasional lintas disiplin yang menggabungkan keahlian dari berbagai bidang, mulai dari ketahanan iklim, tata kelola lingkungan, hak asasi manusia, inklusi sosial, gender, disabilitas, hingga hukum dan kebijakan publik.
Moh Taqiuddin, peneliti sekaligus ahli Sosiologi Pemberdayaan Masyarakat dari Universitas Mataram, menambahkan bahwa data ilmiah saja tidak cukup untuk mendorong kebijakan yang tepat. “Cerita dari masyarakat menjadi kunci penting. Melalui riset aksi partisipatif, kita bisa memperoleh pengetahuan berbasis pengalaman lokal, yang justru memperkaya strategi adaptasi dan ketangguhan masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim,” paparnya.
Pentingnya konteks lokal dalam perumusan kebijakan juga ditekankan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Jufri Rahman. Ia menyebut bahwa rancangan kebijakan harus dibangun di atas naskah akademik yang kokoh, dengan melibatkan pakar dan peneliti sejak tahap awal. “Sebelum penyusunan RPJMD di kabupaten, kota, maupun provinsi, diperlukan kolaborasi dengan akademisi dan peneliti. Dengan begitu, hasilnya bisa lebih teknokratik, tepat sasaran, dan responsif terhadap isu perubahan iklim,” katanya.