Sementara tujuh orang lainnya merupakan pelanggan jasa manufaktur dari UBPP LM PT Antam yakni LE, SL, SJ, JT, HKT, dan GAR sebagai perseorangan, serta DT sebagai Direktur Utama PT JTU.
Para tersangka diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia secara ilegal. Akibatnya, selama periode 2010 hingga 2021, sebanyak 109 ton logam mulia dengan berbagai ukuran dicetak dengan stempel palsu Antam.
Kasus korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas sebanyak 109 ton ini menjadi perhatian publik karena melibatkan jumlah yang signifikan dan implikasinya terhadap industri pertambangan emas di Indonesia. Perlu adanya tindak lanjut yang transparan dan tegas untuk memastikan keadilan terwujud dalam penanganan kasus ini.
Potensi untuk menetapkan tersangka korporasi menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi di sektor korporasi, yang seringkali memiliki dampak yang lebih luas daripada tindakan individu. Keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi harus ditindaklanjuti dengan serius, mengingat dampak yang ditimbulkannya terhadap perekonomian nasional dan kepercayaan investor.
Data terkait dengan penyelidikan korupsi ini perlu diperoleh untuk lebih memahami dinamika yang terjadi di balik kasus ini. Informasi terkait perkembangan penyelidikan, bukti-bukti yang ditemukan, hingga kerugian yang dialami negara perlu diungkap secara transparan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.