Selanjutnya, Zaid juga mempertanyakan sikap Kejagung dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka tanpa bukti cukup, di mana tidak terdapat hasil audit BPK yang menyatakan bahwa Tom Lembong merugikan negara hingga Rp400 miliar.
Tom Lembong juga tidak diberi kesempatan untuk menunjuk kuasa hukumnya sendiri, karena Kejagung sudah menyiapkan kuasa hukum untuk beliau tanpa memberikan kesempatan untuk memilih sendiri.
Dalam pembelaannya, Zaid menyatakan bahwa, "Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari Presiden yang menjabat saat itu. Dengan demikian, tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh Presiden selaku Kepala Negara dan merupakan pimpinan pemohon."
Zaid juga menegaskan bahwa pernyataan Kejagung telah terjadi kerugian negara sebesar Rp400 miliar tanpa didasarkan pada hasil audit BPK RI merupakan bentuk abuse of power serta merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Tom Lembong.
Lebih lanjut, Zaid juga menyoroti bahwa Tom Lembong tidak diberi kesempatan untuk meminta bantuan penasihat hukum yang sesuai dengan hati nuraninya, karena Kejagung memaksakan kehendaknya dengan menunjuk sendiri penasihat hukum untuk beliau.
Dalam pandangan publik, kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nama seorang mantan pejabat tinggi di pemerintahan. Penanganan kasus ini harus dilakukan secara transparan dan adil, sehingga masyarakat dapat percaya bahwa penegakan hukum di negara ini dilakukan tanpa adanya intervensi atau kepentingan politik. Kejagung diharapkan dapat memberikan penjelasan yang transparan mengenai dasar penetapan tersangka terhadap Tom Lembong, termasuk bukti-bukti yang menjadi alasan penetapan tersangka. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.