Selain itu, berbagai bencana ekstrem tercatat terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik sepanjang 2024. Filipina mengalami longsor dan banjir hebat pada Januari dan Februari yang menyebabkan sedikitnya 93 korban jiwa. Australia mencatat suhu tinggi ekstrem pada bulan Agustus yang memecahkan rekor musim panas sebelumnya. Singapura dan Malaysia juga dilanda banjir besar yang mengakibatkan 137 ribu orang mengungsi dan enam orang meninggal dunia. Sementara itu, banjir bandang melanda Sumatra dan wilayah utara Australia pada awal tahun.
Kehilangan es di Papua juga menjadi sorotan serius. Para ahli memperkirakan gletser di sana akan mencair sepenuhnya pada tahun 2026, yang menjadi indikasi nyata perubahan iklim sedang berlangsung. Selain itu, Filipina dilanda 12 siklon tropis yang menyebabkan kerugian finansial mencapai US$430 juta. Musim salju di Australia juga berakhir lebih cepat dari biasanya, menandakan gangguan pola iklim yang signifikan.
Ben Churchill, Direktur WMO untuk wilayah Asia-Pasifik, menegaskan bahwa laporan ini adalah peringatan nyata bagi dunia. Ia menyatakan, “Kita tengah menghadapi kejadian-kejadian iklim ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Pernyataan ini menjadi seruan bagi negara-negara di kawasan dan dunia internasional untuk segera mengambil langkah tegas dalam menghadapi perubahan iklim.
Gelombang panas laut yang terjadi selama Januari, April, Mei, dan Juni 2024 hampir menyelimuti seluruh wilayah laut Asia Tenggara. Tingkat keparahan gelombang panas ini berkisar dari sedang hingga tinggi, yang menyebabkan banyak spesies laut mengalami stres termal. Stres ini bisa berdampak fatal bagi organisme laut, karena ketika suhu laut melewati ambang batas toleransi mereka, organisme bisa mengalami kematian massal atau terpaksa berpindah habitat.