“Jadi saya menulis ini ketika ada berita-berita tentang Bung Tomo. Saya tulis waktu masih berusia 14 tahun,” ungkap Fadli saat mengenang proses lahirnya puisi tersebut.
Dalam syair yang ia bacakan, Fadli menghidupkan kembali suasana heroisme Surabaya yang bergema lewat pekikan “Allahu Akbar” hingga perjuangan penuh darah dan air mata. Puisi itu juga menggambarkan kepergian Bung Tomo yang hening tanpa seremoni besar, namun tetap penuh makna sebagai simbol kerendahan hati seorang pejuang.
Fadli menutup puisinya dengan penghormatan kepada sang pahlawan:
“Selamat jalan Bapak kami / Dalam haribaan ibu pertiwi / Kau telah terlepas dari tirani / Dari bumimu, yang penuh noda dan dosa.”