Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) baru-baru ini mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima pengaduan mengenai pelanggaran hak asasi manusia terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh 1.040 tenaga pendamping profesional (TPP) desa. PHK tersebut dilakukan oleh Kementerian Desa (Kemendes) dengan alasan bahwa para TPP desa yang terdampak sebelumnya telah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Komnas HAM di Jakarta pada hari Kamis, menjelaskan bahwa pengaduan tersebut telah diterima dan pihaknya akan melakukan analisis menyeluruh untuk mencari tahu apakah terdapat indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini. "Kami akan segera menindaklanjuti laporan dari para perwakilan TPP desa yang terkena PHK. Namun, analisis mendalam akan dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah ada pelanggaran HAM atau tidak," ungkap Anis Hidayah menambahkan bahwa penting untuk memahami konteks dan isi kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh TPP desa tersebut, dimana tidak ada klausul atau syarat yang melarang mereka untuk mencalonkan diri sebagai legislatif.Lebih lanjut, Anis merinci bahwa penegakan hak asasi manusia sangat penting dalam kasus ini, khususnya terkait dengan PHK sepihak yang dilakukan oleh Kementerian Desa terhadap seribu lebih pendamping desa. Sementara itu, perwakilan dari Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, Hendriyatna, juga turut angkat bicara mengenai alasan pengaduan yang mereka ajukan ke Komnas HAM. Dia menegaskan bahwa hak asasi mereka telah dilanggar, khususnya hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak serta akses untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai.Hendriyatna menekankan bahwa pencalonan mereka sebagai anggota legislatif telah mendapatkan izin resmi dan legitimasi dari berbagai institusi, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Tidak pernah ada masalah atau protes yang diajukan ke Bawaslu terkait tindakan kami," ujarnya. Ia juga menginvestigasi di Mahkamah Konstitusi untuk memastikan tidak ada TPP desa yang terlibat dalam perkara hukum terkait pemilihan umum. "Setelah kami telusuri, tidak ada kasus pendamping desa yang pernah mendapatkan putusan bersalah terkait pelanggaran pemilu hingga saat ini," tambahnya, menunjukkan bahwa tidak ada bukti pelanggaran yang jelas untuk mendasari tindakan PHK yang dilakukan oleh Kemendes.Dengan situasi yang berkembang ini, perhatian publik dan media diharapkan dapat memberikan dukungan kepada TPP desa yang terpinggirkan, serta memperjuangkan hak-hak mereka untuk mendapatkan perlindungan yang layak di bawah hukum yang berlaku. Keberhasilan menegakkan hak asasi manusia di ranah pekerjaan ini adalah langkah penting menuju keadilan sosial bagi semua tenaga profesional, termasuk mereka yang melayani di tingkat desa.