Di sisi lain, BMKG tetap mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini menjadi penting karena Indonesia saat ini sedang berada di puncak musim kemarau, terutama di wilayah langganan karhutla seperti di Pulau Sumatra dan Kalimantan yang memiliki banyak kawasan gambut. BMKG juga mendorong masyarakat untuk menggunakan air dengan bijaksana dan hemat serta menghindari membuka lahan dengan membakar, terutama pada daerah hutan yang bertanah gambut karena mudah terbakar dan sulit dimatikan.
Sebelumnya, BMKG telah memprediksi bahwa fenomena La Nina di Indonesia akan dimulai pada periode Agustus 2024 dalam skala lemah. ENSO (El Nino-Southern Oscillation) disebutkan berada pada kondisi Netral, menandakan berakhirnya fenomena El Nino yang sebelumnya berlangsung. Anomali SST (Sea Surface Temperature) di Nino3.4 menunjukkan ENSO Netral dengan indeks sebesar 0.11. BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi bahwa kondisi Netral berpotensi menuju La Nina mulai periode Agustus 2024.
Penjelasan Fenomena ENSO dan La Nina
ENSO (El Nino-Southern Oscillation) merujuk pada anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru. ENSO terbagi ke dalam tiga fase utama, yaitu fase Netral, El Nino, dan La Nina. Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudera Pasifik, menghasilkan arus laut yang mengarah ke barat (Sirkulasi Walker). Suhu muka laut di barat Pasifik secara konsisten lebih hangat daripada di timur Pasifik.
Ketika terjadi fase El Nino, angin pasat dari timur ke barat melemah atau bahkan berubah arah. Pelemahan ini berhubungan dengan ekspansi suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Pergeseran air hangat ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan mengikuti pergeseran tersebut, menjauh dari wilayah Indonesia. Ini meningkatkan risiko kekeringan di Indonesia.